Pencegahan penyakit ternak pada prinsipnya
terdiri dari dua komponen, yaitu tindakan sanitasi dan vaksinasi. Tindakan
sanitasi sendiri secara berurutan terdiri atas tindakan dekontaminasi dan
desinfeksi. Desinfeksi dengan penggunaan desinfektan yang tidak didahului
dengan dekontaminasi menyebabkan ketidakefektifan tindakan sanitasi.
Penghapushamaan (Dekontaminasi) dan
Deisinfeksi Kandang serta Peralatan
Dekontaminasi didefinisikan sebagai proses fisik
untuk menghilangkan bahan-bahan biologis dan anorganik dari permukaan suatu
bangunan, termasuk kandang dan peralatan. Sedangkan desinfeksi merupakan proses
penghancuran organisme patogenik. Jadi dekontaminasi yang menyeluruh digunakan
untuk mencapai desinfeksi yang efektif. Dekontaminasi merupakan upaya untuk
membersihkan seluruh bagian kandang dan peralatan dari kotoran-kotoran yang
menempel dengan jalan mencuci bersih menggunakan deterjen atau dengan mengapur
dinding kandang sebagai persiapan desinfeksi kandang dan peralatan.
Desinfektan dan Antiseptika
Desinfektan adalah preparat kimia yang digunakan
untuk desinfeksi kandang dan peralatan, guna membasmi mikroorganisme, khususnya
mikroorganisme yang membahayakan. Preparat ini tersedia secara komersial yang
masing-masing memiliki karakteristik kimiawi, toksisitas, biaya dan penggunaan
tertentu. Desinfektan merupakan bahan kimia yang dapat mematikan mikroorganisme
yang sedang dalam keadaan tidak aktif, sehingga hanya mematikan bentuk
vegetatif dari mikroorganisme, tetapi tidak efektif terhadap spora. Desinfektan
dapat mencegah infeksi dengan jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik
yang patogen. Desinfektan digunakan untuk barang-barang tak hidup, misal :
ruang operasi, kandang alat-alat operasi dan sebagainya.
Antiseptika adalah semua senyawa yang dapat membunuh
atau mencegah perkembangan mikroorganisme. Antiseptika biasanya digunakan untuk
jaringan hidup. Konsentrasi antiseptika biasanya rendah, guna menghindari
kerusakan jaringan. Kadar antiseptika yang tinggi dapat membunuh sel-sel
bakteri maupun jaringan hidup yang terkena. Konsentrasi antiseptika yang rendah
hanya cukup untuk menghambat perkembangbiakan jasad renik, sehingga bersifat
bakteriostatik.
Pengetahuan tentang desinfektan dan antiseptika
perlu dikembangkan, karena tidak semua desinfektan atau antiseptika dapat
digunakan untuk pengendalian mikroorganisme secara umum. Desinfektan atau
antiseptika tertentu hanya cocok untuk mengendalikan mikroorganisme
tertentu, tidak mampu mengendalikan mikroorganisme lain. Beberapa jenis
desinfektan atau antiseptika ada yang hanya efektif pada lapisan luar
saja, ada yang memiliki daya kerja yang luas terhadap mikroorganisme dan ada
pula yang hanya bisa mengatasi sejumlah kecil mikroorganisme. Pengguna
desinfektan atau antiseptika dituntut bisa melakukan pilihan secara
tepat, sehingga minimal harus mengetahui kelemahan dan keunggulan masing-masing
desinfektan atau antiseptika.
Bakteri dalam bentuk spora lebih tahan terhadap
desinfektan. Hal ini disebabkan karena dinding spora bersifat impermeabel
dan asam ribonukleat di dalam protoplasma memiliki ketahanan yang tinggi
terhadap pengaruh buruk dari desinfektan.
Desinfektan dan antiseptika berbeda dengan
antibiotik, karena desinfektan dan antiseptika memiliki toksisitas selektif
yang rendah, keduanya bersifat toksik tidak hanya pada mikroba patogen tetapi
juga terhadap sel inang. Oleh karena itu, desinfektan hanya
digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada lingkungan mati, sedangkan
antiseptika mungkin hanya digunakan pada jaringan hidup terbatas pada permukaan
kulit
Sifat-sifat penting Desinfektan dan
Antiseptika
Beberapa sifat-sifat penting antiseptika dan
desinfektan, antara lain :
- Harus memiliki sifat antibakterial yang luas.
- Tidak mengiritasi jaringan hewan atau manusia.
- Memiliki sifat racun yang rendah, tidak berbahaya bagi
manusia maupun ternak.
- Memiliki daya tembus yang tinggi.
- Tetap aktif meskipun terdapat cairan tubuh, darah,
nanah dan jaringan yang mati.
- Tidak mengganggu proses kesembuhan.
- Tidak merusak alat-alat operasi, lantai kandang dan
dinding.
- Tidak menimbulkan warna yang mengganggu pada jaringan
yang dioperasi.
- Harga murah, karena biasanya diperlukan dalam jumlah
yang besar.
Desinfektan, selain memiliki sifat-sifat tersebut
di atas, maka harus memiliki juga sifat-sifat berikut :
- Mampu menembus rongga-rongga, liang-liang, maupun
lapisan jaringan organik, sehingga memiliki efek mematikan mikroorganisme
yang lebih tinggi.
- Harus bisa dicampur dengan air, karena air merupakan
pelarut yang universal dan dengan senyawa-senyawa lain yang digunakan
untuk desinfeksi.
- Harus memiliki stabilitas dalam jangka waktu yang
panjang.
- Efektif pada berbagai temperatur. Walaupun desinfektan
daya kerjanya akan lebih baik pada temperatur tinggi, namun desinfektan
yang bagus adalah desinfektan yang daya kerjanya tidak menurun jika
temperaturnya menurun. Pada umumnya desinfektan bekerja baik pada
temperatur di atas 650F. Klorin dan Iodifor sebagai desinfektan
bekerja baik tidak lebih dari 1100F.
Pada usaha peternakan, desinfektan digunakan
untuk mencegah ataupun mengendalikan penyakit infeksi. Desinfeksi terhadap
kandang, bangunan-bangunan dan alat-alat peternakan dapat mencegah timbulnya
penyakit menular. Pada saat bedah bangkai dan penguburan hewan mati karena
penyakit menular, desinfektan juga banyak digunakan guna mencegah penularan
penyakit Pada peternakan sapi perah, antiseptika digunakan untuk mencegah
penyakit radang ambing atau mastitis. Larutan antiseptika juga dipakai untuk
mencuci alat-alat yang berhubungan dengan proses pengolahan susu, misalnya
kaleng susu, botol, ember, tangki dan sebagainya.
Diperlukan pertimbangan konsentrasi dan waktu
kontak desinfektan yang cukup, sehingga penggunaan desinfektan menjadi aman,
efisien dan efektif. Penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi dan kontak
waktu yang terlalu lama menyebabkan desinfektan menjadi tidak praktis, mahal,
membakar kulit dan berbahaya bagi ternak. Perlu dipertimbangkan pula aktivitasnya
dalam melawan bakteri, virus, fungi dan protozoa, misalnya 4% asam asetat bisa
membunuh virus PMK, namun tidak membunuh Mycobacterium paratuberculosis,
yang merupakan penyebab John Disease. Label produk harus dicek tanggal
kadaluwarsanya, karena penggunaan desinfektan yang kadaluwarsa menyababkan
tidak efektif lagi untuk mendesinfeksi. Waktu kontak kebanyakan desinfektan
berkisar antara 20 menit sampai dengan 30 menit.
Macam-macam Desinfektan dan
Antiseptika
Desinfektan dan
antiseptika bisa digolongkan berdasarkan cara fisis dan kimiawi. Secara
fisis, yang penting adalah penggunaan panas dan sinar. Panas dapat diperoleh
dengan dilewatkan melalui pemanas atau dengan air yang dipanaskan, kemudian
disemprotkan ke tempat yang disucihamakan. Jenis sinar yang digunakan dalam
sterilisasi adalah sinar ultraviolet dan sinar gamma. Di Indonesia, kecuali
untuk peternakan ayam, secara fisis di atas hanya dilakukan dengan menggunakan
air panas, selain murah dan gampang dilakukan, juga memiliki kelebihan lain yaitu
air dapat memasuki lubang-lubang kecil.
Desinfektan bisa digunakan dengan variasi cara,
antara lain : spray, sabun, aerosol atau fumigan.
Secara kimiawi, terdapat beberapa jenis senyawa
desinfektan yang tersedia secara komersial dengan karakteristik pemakaian
tertentu, yaitu :
- Kresol, merupakan biosida yang murah dan efektif bila
digunakan untuk bangunan dan tanah, termasuk dinding kandang dan peralatan
kandang, Bersifat korosif, toksik pada konsentrasi tinggi dan
meninggalkan warna. Senyawa ini tidak boleh digunakan pada kandang yang di
dalamnya ada ternak hidup, telur atau daging yang diproses, karena dapat
mengakibatkan kontaminasi pada produk-produk tersebut dan bersifat toksik
pada manusia dan ternak. Desinfektan ini sangat efektif mengatasi jamur,
virus, bakteri, karena mampu mematikan mikroorganisme tersebut.
- Fenol
organik, cocok digunakan untuk tempat
penetasan (hatchery) dan untuk desinfeksi peralatan di dalamnya. Fenol
ektif melawan bakteri, virus dan fungi, termasuk bakteri penyebab Tuberkulosis
dan John’s Disease serta virus PMK. Fenol dan beberapa senyawa
fenolik mempunyai kegunaan sebagai antiseptika, desinfektan atau bahan
pengawet.
- Amonium
kuarterner, dianjurkan untuk
mendesinfeksi kandang, peralatan dan tempat penetasan Senyawa ini memiliki
dua bagian pada struktur kimianya, satu bagian bersifat hidrofilik dan
bagian lain bersifat hidrofobik. Desinfektan ini efektif melawan bakteri
gram negatif maupun positif, fungi, virus, tetapi tidak efektif melawan
virus PMK ataupun Mycobacterium paratuberculosis, bakteri
penyebab John’s Disease. Keberadaan materi organik, seperti feses akan
menurunkan aktifitasnya. Desinfektan ini tergolong mudah larut dalam air,
sangat efektif menghilangkan bau-bauan, daya kerja tinggi dan tidak
berefek pada kulit manusia, meskipun juga menyebabkan karat. Keunggulan
lain dari desinfektan ini adalah mudah menembus bagian-bagian sebelah
dalam yang menjadi sasaran sanitasi. Kelemahan desinfektan ini adalah
menyebabkan karat dan memiliki sifat racun yang tinggi
- Klorin, banyak digunakan di rumah potong, disamping itu pula
digunakan untuk menjernihkan air pada peternakan, air minum, sanitasi
telur, desinfeksi abattoir (RPH) dan RPA serta kandang ayam. Kaporit atau
hipoklorit sering untuk sanitasi sapi perah dan lebih aktif dalam air
hangat. Efektif melawan bakteri, banyak virus, terutama parvovirus. Bisa
dicampur dengan sabun, tetapi jangan dicampur asam. Aktivitasnya yang kuat
menurun dengan adanya materi organik, terutama amoniak atau
senyawa-senyawa amino. Desinfektan ini termasuk golongan halogen keras
yang bisa mematikan bakteri, virus dan jamur dalam waktu relatif singkat.
Kelemahan desinfektan ini adalah mudah menyebabkan perkaratan pada
peralatan yang berasal dari bahan metal serta dapat merusak kulit manusia.
Larutan chlorin efektif sebagai bakterisidal yang digunakan dalam kolam
renang. Khlor (Cl2} dalam air membentuk asam hipoklorit (HOCl)
dan asam Hidrokhloride (HCl) dengan reaksi : Cl2 +
H2O ↔ HOCl. Asam HOCl selanjutnya berperan sebagai desinfektan,
bereaksi dengan bervariasi senyawa, baik dengan senyawa anorganik
maupun organik atau terurai menjadi menjadi ion H+ dan OCl-,
dengan reaksi : HOCl → H+
+ OCl- Derajat ionisasi dipengaruhi oleh pH. Ionisasi
terjadi pada pH asam sampai netral, sedangkan pada pH alkalis,
ionisasi akan dihambat.
- Formalin/formaldehid, cocok untuk fumigasi telur yang terdapat di
dalam almari yang dirancang khusus dan harus hati-hati terhadap petugas
yang menggunakannya, karena formalin merupakan senyawa korosif dan
bersifat karsinogenik. Keunggulan dari desinfektan ini adalah mudah
menembus bagian-bagian sebelah dalam yang menjadi sasaran sanitasi. Gas
dapat diperoleh dengan jalan mencampur Kalium Permanganat dengan
formalin. Supaya efektif, maka fumigasi dilakukan pada suhu 30o
– 60oC dan kelembaban di atas 75%. Fumigasi ini sangat efektif
untuk desinfeksi kandang ayam, dengan syarat kandang dikosongkan, seluruh
sela-sela ditutup tirai plastik cukup rapat, dan didiamkan selama 3 - 5
hari. Kandang akan terbebas dari bakteri, jamur dan virus yang mungkin
bisa menyebabkan wabah penyakit.
- Iodofor, bisa digunakan sebagai antiseptika dan
desinfektansia. Iodofor adalah kombinasi iodine dan agen-agen yang larut
di dalamnya. Iodofor akan membebaskan iodin bebas jika dilarutkan dalam air.
Iodofor merupakan desinfektan yang baik, namun tidak efektif bila ada
senyawa organik. Sifat Iodofor kurang toksik dibandingkan desinfektan yang
lain. Kekurangannya adalah meninggalkan bekas warna pada pakaian dan
permukaan yang lain. Iodine bebas bersifat toksik pada kulit, sehingga
dalam penggunaannya Iodine dikombinasikan dengan senyawa organik yang lain
dan disebut Iodophor. Contoh Iodophor adalah povidone-iodine (Betadine)
yang sering digunakan sebagai antiseptik di rumah sakit. Iodophor merupakan
desinfektan yang termasuk golongan halogen. Bahan ini merupakan
sintetis dari yodium dan zat organis yang memiliki kemampuan mikrosidal.
Desinfektan ini cocok untuk mengatasi semua bakteri gram positif maupun
gram negatif, virus dan jamur. Pada konsentrasi 50 – 75 ppm digunakan
sebagai desinfektan pada inkubator, kandang ayam dan RPA. Pada
konsentrasi 12,5 – 25 ppm untuk sanitasi telur. Pada konsentrasi yang
lebih rendah dari 12,5 ppm digunakan untuk antiseptika, dan dicampurkan
dalam air minum ayam.
Dikenal juga berbagai antiseptika dan
desinfektan bersifat asam, antara lain :
- Asam
anorganik, HCl dan H2SO4
0,1 N telah dipakai untuk desinfeksi ruangan yang tercemar tinja. Keduanya
korosif, sehingga tidak dianjurkan. Asam borat 2 – 5% digunakan untuk jaringan
kulit. Bersifat tidak merangsang jaringan, namun daya mematikan jasad
reniknya tidak besar.
- Asam
organik, seperti asam salisilat dan
benzoat banyak dipakai sebagai salep. Bersifat germisid lemah, melunakkan
tanduk dan dapat membunuh jamur.
Beberapa alkali juga bisa digunakan untuk
desinfeksi. Contoh-contoh alkali yang bisa berperan sebagai desinfektan, antara
lain :
- Caustic
soda/ NaOH (sodium hydroxide),
sangat aktif jika dicampur dengan air panas, namun bersifat merusak cat,
plitur dan tekstil. Perlu melindungi diri pada saat penggunaan,
dengan pakaian, sarung tangan, sepatu karet.
- CaO
(lime/Quiclime) atau gamping,
jika ditambah dengan air maka CaO menjadi Ca(OH)2, yang
bersifat melarutkan kuman. Gamping banyak dipakai untuk lantai maupun
halaman. Apabila berlebihan, akan merusak kuku babi, kambing maupun sapi.
Gamping tidak bisa membunuh spora kuman anthrax dan Clostridium. Ca(OH)2
di dalam air dengan perbandingan 1 : 4, menghasilkan milk of
lime, digunakan untuk desinfeksi lantai tercemar tinja dan guna
mencapai hasil yang memuaskan, maka penggunaan minimal 2 jam. Larutan
campuran CaO dengan belerang yang direbus, bisa dipakai sebagai pembunuh
parasit.
- Khlorhexidine
(Nolvasan-S),
merupakan sediaan khlor sintetik, alkalis dan mudah larut dalam air serta
tidak bersifat toksik. Secara luas bersifat virusidal, terutama terhadap
penyebab rabies, efektif melawan bakteri gram positif maupun
negatif. Daya kerja tidak dipengaruhi oleh darah, nanah, percikan air susu
dan cairan jaringan. Khlor sintetik dipakai untuk desinfeksi alat-alat
pemerahan dan ambing. Larutan 0,2 – 5%, digunakan untuk teat
dipping. Kadang-kadang khlorhexidine dikombinasi dengan surfaktan,
zat warna atau bahan lain, misal : gliserin. Sediaan khlor yang juga
banyak dipakai, antara lain : sodium dan kalsium hipoklorit, kaporit,
khloramin-T dan iodine monokhloride.
Keampuhan Antiseptika dan
desinfektansia
Antiseptika dan desinfektansia sebagai bahan
antimikrobial memiliki kekuatan keampuhan membunuh bakteri tertentu. Guna
mengetahui keampuhan bahan antimikrobial seringkali digunakan istilah koefisien
fenol, yaitu keampuhan antimikrobial tertentu yang dibandingkan dengan
keampuhan yang dimiliki fenol. Koefisien fenol kurang dari satu, berarti
antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan fenol. Sebaliknya koefisien
lebih besar dari satu, menunjukkan bahwa antimikrobial tersebut lebih ampuh
daripada fenol.
Hasil penelitian Rahayu (2006), menunjukkan bahwa
keampuhan alkohol, etanol 70% terhadap bakteri penyebab mastitis, yaitu Staphylococcus
aureus, cukup besar, yaitu 4 kali kekuatan fenol. Tabel 2.1., meyajikan
hasil uji koefisien fenol sensitifitas etanol 70% terhadap Staphylococcus
aureus.
Tabel 2.1. Hasil Uji Koefisien Fenol Sensitifitas
Etanol 70% Terhadap Staphylococcus
aureus
Pengenceran
|
5
menit
|
10 menit
|
15
menit
|
Alkohol
70%1 : 300
1 : 350
1 : 400
1 : 450
|
HidupMati
Mati
Mati
|
MatiMati
Mati
Mati
|
MatiMati
Mati
Mati
|
Fenol1
: 90
1 : 100
|
HidupHidup
|
HidupMati
|
MatiMati
|
Sumber : Rahayu (2006)
Kekuatan etanol dalam membunuh Staphylococcus
aureus jauh lebih besar daripada fenol. Etanol menunjukkan aktivitas
antimkroba yang cepat dengan spektrum luas melawan bakteri vegetatif, virus,
jamur, tetapi tidak sporosidal. Sel Staphylococcus aureus sebagai
penyebab mastitis tidak memiliki spora sehingga akan mati dengan pemberian
etanol.
Diperlukan pertimbangan konsentrasi dan waktu
kontak yang cukup pada penggunaan desinfektan, sehingga penggunaan desinfektan
menjadi aman, efisien dan efektif. Penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi
dan kontak waktu yang terlalu lama menyebabkan desinfektan menjadi tidak
praktis, mahal, membakar kulit dan berbahaya bagi ternak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa etanol dengan konsentrasi 70 % secara efektif bisa
digunakan untuk dipping puting sapi perah post pemerahan guna mencegah kejadian
mastitis, dengan lama pencelupan 10 menit. Pada penggunaan etanol 90%, zone
hambat terhadap Staphylococcus aureus lebih kecil dibandingkan etanol
70%. Hal ini berkaitan dengan aktivitas katalitik air yang menurun, karena
jumlah air dalam larutan berkurang pada etanol 90%. Etanol dengan konsentrasi
di bawah 50% tidak efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus.
Level kaporit yang
menghasilkan daya hambat tertinggi terhadap Staphylococcus aureus
dicapai pada level 60 ml/L, yang merupakan konsentrasi tertinggi dalam
percobaan. Sedangkan pada Iodofor, dicapai pada level 10 ml/L, yang
merupakan level terendah dari perlakuan yang dicobakan. Iodofor 10 ml/L
menghasilkan daya hambat yang tertinggi terhadap Staphylococcus aureus,
karena pada konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi yang paling efektif bagi
Iodophor sebagai antiseptik pada kulit puting dan bekerja dengan
cara inaktivasi protein mikroba. Pada level Iodophor yang lebih tinggi dari 10
ml/L daya hambat Iodophor terhadap Staphylococcus aureus menurun. Hal
ini disebabkan konsentrasi antiseptika yang tinggi akan mengurangi jumlah air,
padahal air memiliki peran aktivitas katalitik terhadap denaturasi protein
mikroba.
Selain desinfektan dan antiseptika, beberapa
istilah yang berkaitan dengan desinfektan dan antiseptika harus diketahui,
antara lain :
- Bakterisid,
merupakan bahan kimia yang
mempunyai daya kerja mematikan sel-sel bakteri.
- Mikrobisid,
merupakan bahan kimia yang daya
kerjanya mematikan lebih dari satu macam mikroorganisme, misalnya bakteri,
virus, protozoa, dsb.
- Bakteriostat,
merupakan bahan kimia yang
hanya menghambat perkembangan bakteri, jadi tidak mematikan bakteri.
- Sanitaiser,
merupakan bahan kimia yang
dapat menekan jumlah bakteri pada suatu lingkungan tertentu, sehingga
lingkungan tersebut aman dari serangan penyakit. Sanitaiser tidak
mematikan semua bentuk mikroorganisme yang berada di permukaan, tetapi
hanya membatasi perkembangbiakannya sehingga sumber penyakit tersebut
tidak mampu menimbulkan infeksi.
Vaksin dan Vaksinasi
Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan,
yaitu sengaja memberikan antigen yang diperoleh dari agen menular pada ternak
sehingga tanggap kebal dapat ditingkatkan dan tercapai resistensi terhadap agen
menular tersebut.
Vaksin diklasifikasikan menjadi dua klas, yaitu
vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin hidup berisi mikroorganisme yang telah
dilemahkan virulensi (keganasannya). Pengurangan virulensi dikenal dengan
istilah atenuasi (perlemahan). Cara atenuasi yang sederhana terhadap bakteri
untuk keperluan vaksinasi adalah dengan pemanasan bakteri sampai tepat di bawah
titik kematian atau memaparkan bakteri pada bahan kimia penginaktif sampai
batas konsentrasi subletal. Menumbuhkan bakteri pada medium yang tidak cocok
untuk pertumbuhannya, contohnya : Vaksin kolera unggas (Pasteurella
multocida) oleh Pasteur ditumbuhkan di bawah keadaan yang kekurangan zat
makanan.
Cara etenuasi terhadap virus adalah dengan
membiakkan pada spesies yang tidak sesuai untuk tumbuhnya, contoh : virus
rinderpest yang patogen terhadap sapi, dilemahkan dengan menumbuhkannya pada
kambing. Cara etenuasi lainadalah menumbuhkan virus mamalia pada telur atau
menumbuhkan pada telur lain jenis, misalnya :virus influenza pada ayam
dilemahkan pada telur burung dara. Cara etenuasi yang umum adalah dengan
memperpanjang masa pembiakannya di jaringan pembiak. Meskipun jaringan pembiak
dapat diperoleh dari berbagai jenis, umumnya menggunakan sel biakan dari jenis
hewan yang akan divaksinasi guna mengurangi efek samping akibat pemasukan
jaringan asing.
Baik vaksin hidup maupun vaksin mati memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihannya vaksin hidup merupakan
kekurangannya vaksin mati dan sebaliknya kekurangannya vaksin hidup merupakan
kelebihannya vaksin mati.
Beberapa kelebihan vaksin hidup :
- Kekebalan yang dihasilkan oleh vaksin hidup sama dengan
kekebalan yang diperoleh karena infeksi alami.
- Merangsang pembentukan antibodi yang lebih tahan lama
dan juga memberi perlindungan pada pintu-pintu masuk antigen.
·
Tidak perlu adjuvan
Beberapa kekurangan vaksin hidup,
antara lain :
- Bahaya pembalikan menjadi lebih virulen selama
multiplikasi antigen dalam tubuh ternak yang divaksin.
- Penyimpanan dan masa berlaku vaksin yang terbatas.
- Diperlukan stabilisator dalam penyimpanan.
- Tingginya resiko tercemar dengan organisme yang tidak
diinginkan.
Beberapa kelebihan vaksin mati, antara
lain :
- Tidak menyebabkan penyakit akibat pembalikan virulensi.
- Mantap dalam penyimpanan.
Beberapa kekurangan vaksin mati,
antara lain :
- Perlu perhatian yang luar biasa pada saat pembuatan
guna memastikan bahwa tidak tersisa virus virulen aktif di dalam vaksin.
- Kekebalan berlangsung singkat, sehingga harus
ditingkatkan kembali dengan pengulangan vaksinasi yang mungkin menimbulkan
reaksi-reaklsi hipersensitifitas.
- Pemberian secara parenteral memberikan perlindungan
yang terbatas.
- Resistensi lokal pada pintu-pintu masuk
alamiah/multiplikasi utama infeksi virus tidak terjadi.
- Memerlukan adjuvan untuk meningkatkan antigenisitas
yang efektif.
Kegagalan Vaksinasi
Perlu diingat bahwa vaksinasi adalah salah satu
program pengendalian penyakit pada ternak yang bertanggung jawab terhadap
kerugian ekonomis yang cukup tinggi apabila dalam pelaksanaanya ternyata
menemui kegagalan. Adanya kegagalan vaksinasi menyebabkan angka pesakitan
(morbiditas) ternak tang tinggi, penurunan produksi dan tingginya biaya yang
harus dikeluarkan.
Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan
vaksinasi antara lain:
- Vaksin.
Pembatasan life span
(masa berlaku) vaksin yang sudah lewat atau kadaluwarsa menyebabkan vaksin
tidak berguna apabila digunakan karena tidak akan menghasilkan imunitas
yang diharapkan. Apabila temperatur pada saat penyimpanan dan transportasi
vaksin di atas 4 derajat celcius, maka vaksin akan kehilangan potensinya.
Demikian pula vial dan bahan asal vial yang tidak memenuhi syarat. Bahan
pengencer yang disediakan berkualitas rendah. Seringkali digunakan bahan
pengencer berupa air sumur, air destilasi atau garam fisiologis, hal ini
tidak dibenarkan. Perlu dicatat bahwa bahan pengencer yang digunakan
adalah yang telah disediakan oleh pabrik pembuat vaksin. Bahan pengencer
tidak boleh dicampur atau ditambahkan zat apapun.
- Cara
Vaksinasi. Secara khusus dosis dan cara/route
pemberian vaksin tertentu sudah ditetapkan oleh produsen pembuat vaksin.
Apabila hal tersebut dilakukan tidak sesuai aturan maka terjadilah
kegagalan vaksin. Jarum suntik dan dropper yang tidak steril dan tidak
stabil akan mengurangi potensi vaksin. Salah dosis,
kekurangan dosis vaksin akan menimbulkan imunitas yang kurang. Kelebihan
dosis akan menimbulkan immunotolerant dan harga vaksin menjadi
mahal. Bahan pengencer yang tidak steril menjadikan
vaksin tidak murni lagi. Kadang-kadang peternak menggunakan bahan
pengencer berupa air ledeng yang mengandung chlorin, sehingga
vaksin kurang menghasilkan potensi antigenisitasnya dan menyebabkan
timbulnya antibodi yang kurang. Route pemberian vaksin yang
sering digunakan antara lain : intra muskuler (injeksi serabut
otot), tetes hidung (intra nasal), tetes mata (intra oculer),
subkutan (di bawah kulit). Route pemberian vaksin harus dilakukan
sesuai petunjuk produsen vaksin. Kesalahan route
pemberian vaksin menyebabkan potensi imunitas yang dihasilkan
kurang memuaskan. Jadwal pemberian vaksin seringkali tidak diperhatikan
peternak. Beberapa vaksin harus diulang pemberiannya dan dikenal dengan
istilah booster. Apabila rangkaian pemberian vaksin
yang mungkin terdiri dari booster I dan booster II dan seterusnya tidak
lengkap dilakukan , maka imunitas yang diharapkan tidak akan
tercapai.
- Antibodi
Maternal. Antibodi maternal adalah
antibodi yang berasal dari induk yang diturunkan kepada anak, kalau pada
ayam melalui kuning telur pada waktu telur masih ada di ovarium. Kegunaan
antibodi tersebut adalah untuk ketahanan tubuh anak terutama pada
awal-awal kehidupannya. Antibodi ini diperoleh secara pasif. Vaksinasi
yang dilakukan pada saat antibodi maternal masih ada dalam darah
sirkulasi, artinya belum secara total dikatabolisme, maka vaksin yang
diberikan akan percuma, karena dinetralisir oleh antibodi maternal. Hasil
penelitian Zalizar dan Rahayu (1997), menunjukkan bahwa setelah pemberian
vaksin ND La Sota ke-I pada ayam umur 8 hari, titer HI (Hemaglutinasi
Inhibisi) menurun sangat drastis sampai 78,75% dari antibodi maternalnya,
hal ini disebabkan masih ada campur tangan antibodi maternal terhadap
keberhasilan vaksinasi. Titer HI setelah pemberian vaksin ND La Sota
ke-II, yaitu pada umur 18 hari, ternyata jauh lebih tinggi daripada titer
HI vaksinasi ke-I. Demikian pula titer HI setelah vaksinasi ke-tiga, pada
umur 28 hari, lebih tinggi daripada titer HI vaksinasi ke-I dan
ke-II. Antibodi maternal secara efektif mencegah keberhasilan
vaksinasi sampai antibodi tersebut habis, yaitu sekitar 10 – 20 hari
setelah ayam menetas.
- Cold
Storage (pendingin).
Vaksin harus dipertahankan tetap dingin dari mulai dikeluarkan oleh pabrik
pembuat sampai pada saat akan diberikan kepada ternak. Vaksin dan bahan
pengencer kadang-kadang menjadi satu tempat, akan tetapi kadang juga
terpisah dengan temperatur penyimpanan yang berbeda, hal ini tergantung
dari pabrik pembuat vaksin. Tindakan yang lebih hati-hati adalah apabila
selama transportasi vaksin ditempatkan di ice box
sehingga temperatur yang rendah dapat selalu dipertahankan.
- Kemampuan
Membangun Antibodi.
Vaksin yang diberikan akan berhubungan langsung dengan status imun ayam
yang menerima vaksin. Immunocompetence adalah istilah yang
dipakai untuk menyatakan kemampuan membangun antibodi yang dimiliki
oleh ternak. Immunocompetence sangat dipengaruhi oleh
faktor kongenital (bawaan lahir) dan faktor lingkungan. Faktor kongenital
yang banyak berperan adalah organ-organ limfoid, yang terdiri atas : bursa
fabricius pada ayam, thymus, lien yang akan menghasilkan
sel-sel limfosit. Bursa fabricius merupakan tempat pendewasaan
dan deferensiasi sel-sel limfosit B yang berperan dalam antibodi
humoral, sedangkan thymus berperan sebagai tempat
pendewasaan sel-sel limfosit T yang berperan bagi pembentukan antibodi
seluler. Apabila ada gangguan pembentukan antibodi oleh
organ-organ limfoid di atas maka kekebalan tubuh yang terbentukpun akan
terganggu. Faktor lingkungan yang berperan menentukan immunocompetence
ternak adalah status nutrisi dan penyakit. Nutrisi yang jelek terutama
kandungan protein yang rendah akan menurunkan immunocompetence.
Temperatur yang tinggi dan tingginya curah hujan juga akan menyebabkan
stress pada ternak yang akan menurunkan juga immunocompetence.
Penyakit-penyakit strategis pada ayam yang sering menyebabkan hambatan
imunitas (immunocompetence) adalah IBD (gumboro) dan ND.
- 6. Mycotoxin
(racun dari jamur) dalam pakan. Adanya mikotoksin yang masuk ke dalam tubuh ternak
bersama dengan biji-bijian pakan ternak akan menyebabkan keracuinan dan
menurunkan immunocompetence. Mikotoksin mudah berkembang pada
lingkungan dengan temperatur tinggi dan kelembaban yang tinggi pula,
seperti di negara-negara tropis, termasuk Indonesia.
7. Kontaminan
pakan. Pestisida yang mencemari biji-bijian pakan diindikasikan sebagi salah
satu faktor penyebab rendahnya immunocompetence. Hal ini berkaitan dengan efek
pestisida yang menyebabkan limfositoksik (keracunan pada sel-sel limfosit). Hal
ini akan menyebabkan kegagalan vaksinasi. Logam berat, seperti Cu, Cd dan Pb
seringkali mencemari pakan. Logam-logam tersebut berasal dari limbah industri,
pupuk kimia, rodentisida, asap mobil, cat dan herbisida yang mencemari udara,
air dan pakan. Apabila pakan tercemar tersebut masuk ke tubuh ternak maka hal
ini merupakan faktor penghambat imunitas ternak.
UpayaMengatasi
Kegagalan Vaksinasi
Ada beberapa tindakan guna mengatasi kegagalan
program vaksinasi, yaitu :
- Vaksin harus diperoleh dari sumber terpercaya. Lihat
batas waktu pemakaian dan pilih vaksin yang masih panjang batas waktu
pemakaiannya.
- Selama transportasi vaksin, hindarkan vaksin dari
kontaminasi dan cahaya matahari. Tindakan yang paling aman adalah
menyimpan vaksin dalam termos atau ice box.
- Apabila vaksin disimpan, usahakan temperatur
penyimpanan sesuai petunjuk pabrik. Baca secara hati-hati petunjuk
penyimpanan. Kadang-kadang antara vaksin dengan pengencernya terpisah dan
harus harus disimpan pada temperatur yang berbeda.
- Vaksinasi dilakukan saat udara dingin, yaitu pada pagi
hari atau sore hari untuk mencegah stres.
- Monitoring kualitas pakan, jangan sampai mengandung
mikotoksin, karena mikotoksin dengan kadar 30 ppb akan menunrunkan immunocompetence.
- Pada vaksin yang dicampur air minum, maka perhitungan
volume air yang digunakan harus tepat, hal ini disesuaikan dengan umur
ayam dan kondisi iklim, karena konsumsi air bervariasi tergantung cuaca
dan umur. Harus dihindari air yang mengandung chlor atau desinfektan. Vial
vaksin harus dibuka di dalam air minum untuk menghindari kontaminasi
udara.
- Dianjurkan diberi obat cacing pada ayam grower dan
finisher, kira-kira seminggu sebelum vaksinasi untuk mencapai hasil yang
optimal.
- Bisa diberikan adjuvant atau immunomodulator
untuk mencapai immunocompetence yang diharapkan.
Sumber Bacaan :
- Anonimous, 1998. Cleaning and Disinfection of Premises.
Maintaining Livestock Health after a Flood. Missisippi State
University Extension Service.
- Dwidjoseputro, 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit
Djambatan.
- Jones, 1998. Staphylococcus aureus Mastitis : Cause,
Detection and Control. Virginia-Maryland Regional College of Veterinary
Medicine, Virginia Tech.
- Murtidjo, BA., 1995. Pengendalian Hama dan Penyakit
Ayam. Penerbit Kanisius.
- Rahayu, ID., Kunci Sukses Mengatasi Kegagalan Program
Vaksinasi. Poultry Indonesia, Mei – 2000.
- Rahayu, ID., 2006. Sensitifitas Staphylococcus
aureus Sebagai Bakteri Patogen Penyebab Mastitis Terhadap Antiseptika
Pencelup Puting Sapi Perah. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian.
Universitas Muhammadiyah Malang.
- Rahayu, ID., 2001. Mengatasi Mikotoksin Sebagai
Kontaminan Bahan Pakan Ternak. Poultry Indonesia, April 2001.
- Smith, TW. 1997. Tsmith@poultry.msstate.cdu or
msuinfo@ur.msstate.edu.
- Shane, SM.1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas.
(Terjemahan). Alih Bahasa : Tangenjaya dkk.. American Soybean
Association.
- Singh, B. P. & Chauban, R. S., 1999. Vaccine
Failures. Poultry International. September, 1999.
- Subronto dan Tjahadjati, 2001. Ilmu Penyakit Ternak II.
Gadjah Mada University Press.
- Tizard, 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Terjemahan
Masduki Partodiredjo.. Penerbit Universitas Airlangga.
- Zalizar, L dan Rahayu, ID., 1997. Pengeruh Pemberian
Vaksin Newcastle Disease (ND) La Sota Terhadap Titer Hemaglutinasi
Inhibisi (HI) pada Ayam Broiler. Laporan Penelitian. Laboratorium
Kesehatan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !