Artina Prastiwi, seorang
mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada telah
menemukan sebuah penghambat laju virus Avian Influenza / flu burung (AI /
H5N1), Yang lebih mengejutkan lagi, penghambat laju virus flu burung tersebut
bukanlah berasal dari zat-zat kimia, melainkan berasal dari tanaman herbal bernama
“mahkota dewa”. Penemuan mahkota dewa sebagai antivirus AI ini merupakan
“vaksin organic pioneer di Asia” yang meraih juara pertama dalam kompetisi Masyarakat
Ilmuan dan Teknologi Indonesia (MITI) Paper Challenge (MPC) 2011 yang
dilangsungkan 29 Januari 2011 lalu.
mahasiswa angkatan
2007 ini menemukan bahwa ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
ternyata efektif dalam menghambat perkembangan virus avian influenza. vaksin
yang dikembangkannya terbukti mampu menghambat perkembangan virus AI hingga 87
persen. Selain telah teruji dalam skala laboratorium mampu menghambat virus AI,
vaksin ini juga lebih murah dibanding dengan vaksin kimia yang dijual
dipasaran.
Berawal dari
keresahannya akan virus avian influenza yang sempat membuat gempar dunia
beberapa saat lalu, serta melihat fenomena penyebaran virus Avian Influenza di
Indonesia, maka calon dokter hewan ini berusaha untuk mencari solusi dalam
mengatasi permasalahan tersebut. Kemudian dipilihlah mahlota dewa yang
merupakan tanaman asli Indonesia ini. Seperti telah diketahui, mahkota dewa
terbukti mampu untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap virus avian
influenza. Hal tersebut didapatkan dari kandungan buah mahkota dewa yang
bernama “saponin”. Selain dapat meningkatkan system kekebalan tubuh, saponin
juga diketahui mempunyai fungsi sebagai antibakteri dan juga antivirus. Untuk
mendapatkan senyawa saponin, Artina mengekstrak buah mahkota dewa melalui
penyulingan. Cara membuat antivirus dari ekstrak mahkota dewa ini diawali
dengan penimbangan sesuai dosis yang dibutuhkan. Untuk dosis 10 ml diperlukan
buah mahkota dewa kering 10 gram per 100 ml air atau kelipatannya yakni 100
gram per 1000 ml. selanjutnya hal yang dilakukan adalah proses
penyulingan.
Setelah mendapat ekstrak, Artina melakukan pengujian kadar saponin di laboratorium LPPT UGM. Ia melakukan pengujian kadar saponin 10 ml di LPPT UGM. Menurutnya, ekstrak mahkota dewa harus mengandung kadar saponin 10 persen. Hasil saponin yang diperoleh inilah yang digunakan sebagai bahan baku yakni sebagai pelarut suspense antigen virus AI. Lalu yang digunakan sebagai vaksin adalah ekstrak mahkota dewa tersebut. Pada awal percobaan, dilakukan uji coba pada 30 butir telur ayam berembrio. Dari hasil percobaan tersebut diketahui telur yang diberi virus AI dan diberi tambahan saponin 10 persen dari ekstrak buah mahkota dewa 0,2 ml setelah diinkubasi selama 35 hari diketahui embrio tidak mati, sehat dan tanpa bekas luka. Sementara telur yang disuntik dosis yang lebih tinggi 15 persen dan 20 persen, ternyata semua embrio mati dengan bentuk perdarahan seluruh tubuh, kekerdilan, dan cairan alantois keruh. Dari hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian kadar saponin harus tepat, karena bila terlalu banyak justru malah akan mengakibatkan keracunan.
Setelah mendapat ekstrak, Artina melakukan pengujian kadar saponin di laboratorium LPPT UGM. Ia melakukan pengujian kadar saponin 10 ml di LPPT UGM. Menurutnya, ekstrak mahkota dewa harus mengandung kadar saponin 10 persen. Hasil saponin yang diperoleh inilah yang digunakan sebagai bahan baku yakni sebagai pelarut suspense antigen virus AI. Lalu yang digunakan sebagai vaksin adalah ekstrak mahkota dewa tersebut. Pada awal percobaan, dilakukan uji coba pada 30 butir telur ayam berembrio. Dari hasil percobaan tersebut diketahui telur yang diberi virus AI dan diberi tambahan saponin 10 persen dari ekstrak buah mahkota dewa 0,2 ml setelah diinkubasi selama 35 hari diketahui embrio tidak mati, sehat dan tanpa bekas luka. Sementara telur yang disuntik dosis yang lebih tinggi 15 persen dan 20 persen, ternyata semua embrio mati dengan bentuk perdarahan seluruh tubuh, kekerdilan, dan cairan alantois keruh. Dari hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian kadar saponin harus tepat, karena bila terlalu banyak justru malah akan mengakibatkan keracunan.
Selanjutnya setelah
uji coba pada telur berembrio dirasa berhasil, maka percobaan selanjutnya
adalah memebrikan vaksin avian influenza tersebut pada ayam. eksperimen
dilakukan dengan mengujikan vaksin tersebut pada ayam usia kurang dari 21
hari. Dari hasil percobaan ini didapatkan hasil yang cukup menggembirakan,
bahwa ayam-ayam yang telah divaksin buatannya, tidak ada ayam percobaan yang
mengalami kematian
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !