Pages

Tuesday, June 28, 2011

Sekilas tentang kelelawar pemakan buah (Chiroptera; Pteropodidae) di Gunung Meja, Manokwari

1Freddy Pattiselanno & 2Petrus I. Bumbut ( 1FPPK UNIPA & 2FAHUTAN UNIPA)
Gunung Meja
Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWGM), memiliki letak yang strategis dan mudah dicapai dengan kendaraan umum dari pusat kota Manokwari, sehingga tingkat aksesibilitas masyarakat ke dalam kawasan cukup tinggi.  Hal ini pula yang menjadi salah satu aspek penentu keeratan interaksi antara masyarakat dengan kawasan lindung ini.  Bukti interaksi yang terbentuk dapat dilihat dari kegiatan pertanian dalam arti luas yang dilakukan masyarakat baik di sekitar dan dalam kawasan TWGM (misalnya produksi tanaman buah-buahan).
Gunung Meja adalah salah satu kawasan lindung di Manokwari yang unik karena merupakan hutan hujan tropis dataran rendah yang merupakan holotype kawasan hutan di pesisir pantai utara Papua, di daerah Kepala Burung.  Pemanfaatan lahan sekitar kawasan sebagai kebun buah-buahan yang memberikan hasil yang cukup baik kemungkinan diduga karena peranan kelelawar sebagai “pollinator agent” (Wiles and Fujita, 1995).
Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Tim Fasilitasi Perencanaan (2003) diperkirakan luasan yang sedang ditanami buah-buahan berkisar 34.92 ha yang merupakan kebun langsat, durian, rambutan, mangga, alpukat, pisang dan nangka. Melihat potensi buah-buahan yang ada di dalam dan sekitar kawasan TWGM diduga hal ini tidak lepas dari peranan aktif kelelawar pemakan buah yang ikut membantu memencarkan biji pohon buah-buahan serta proses polinasi tanaman tersebut dalam menjaga keragaman tumbuhan di dalam ekosistem hutan.
Mengapa kelelawar?
Dugaan sementara berdasarkan pengamatan awal menunjukkan bahwa kelelawar pemakan buah membantu penyebaran dan penyerbukan sejumlah jenis tanaman komersial penghasil buah-buahan yang diusahakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan TWGM. Namun demikian, informasi tentang penyebaran, keragaman jenis dan status konservasi kelelawar di kawasan TWGM ini masih sangat kurang dan hampir sama sekali tidak ada. Untuk itu pengamatan terhadap keragaman jenis kelelawar di sekitar kawasan TWGM telah dilakukan untuk mengetahui keragaman jenis dan penyebaran kelelawar di dalam dan sekitar kawasan.
Apa yang dilakukan dan apa hasilnya?
Pengamatan dilakukan pada dua lokasi masing-masing Inamberi (00o51.584’ LS – 134o05.630’ BT) dan Ayambori  (00o51.584”LS – 134o05.630’BT).  Pengamatan di Inamberi dilakukan pada bulan Mei 2007. Selama pengamatan dilakukan sebanyak 24 individu yang terdiri dari 6 (enam) species berhasil dikoleksi di lokasi pengamatan di Inamberi. Sedangkan pengamatan yang dilakukan di lokasi Ayambori dilakukan sejak bulan Oktober 2007 berhasil menghimpun data terhadap 16  individu yang terdiri dari 4 (empat) species.  Secara rinci specimen kelelawar yang berhasil dikumpulkan pada kedua lokasi tersebut adalah sebagai berikut:
Dobsonia minor
Dobsonia minor adalah satu diantara sebelas species Dobsonia yang menurut catatan tergolong dalam tingkat prioritas 6 (rare) karena keterbatasan informasi tentang status konservasinya di alam dan di Papua bukan merupakan species yang umum ditemukan (Flannery, 1994). D. Minor hanya berhasil diamati di Inamberi. D. minor ditemukan di sekitar lokasi yang ditumbuhi oleh tanaman pisang, rambutan, kedondong dan sukun.
Dobsonia moluccensis
Berbeda dengan species dari genus yang sama sebelumnya, D. moluccensis hanya ditemukan di lokasi pengamatan Ayambori.  IUCN mencatat keberadaan species ini di dearah pesisir Papua (Batatanta, Misool dan Waigeo).  Berbeda dengan D. minor species ini tergolong dalam species yang tidak terancam (tingkat prioritas 11).
Macroglossus minimus
M. minimus hanya ditemukan satu individu di Inamberi.  Menurut Flannery (1994) species ini mempunyai penyebaran yang cukup luas di dataran rendah New Guinea.  Umum ditemukan dan di beberapa tempat justru species ini lebih umum ditemukan dibanding S. australis, walaupun biasanya lebih jarang ditemukan.  Berdasarkan keadaannya di alam, M. minimus diklasifikasikan ke dalam species yang tingkat keterancamannya rendah dengan tingkat prioritas 11 (IUCN, 1992).
Nyctimene aello
Ditemukannya N. aello dalam penelitian ini sekaligus mengisi keterbatasan informasi daerah penyebarannya di daerah kepala burung.  Kurangnya informasi penelitian tentang species ini memberikan kesempatan untuk melakukan survey lanjutan untuk menilai status konservasinya di alam, tetapi dari data yang sudah terkumpul N. aello diklasifikasikan ke dalam tingkat prioritas 6 (rare) (IUCN, 1992).
Nyctimene albiventer
Di lokasi lain, sepcies ini ditangkap secara bersamaan diikuti dengan N. draconilla.  Tetapi dalam pengamatan di Ayambori kehadiran species ini tidak demikian.  Flannery (1994) melaporkan bahwa kedua species ini mempunyai penyebaran yang ekstrim di seluruh kepulauan New Guinea dan pulau-pulau sekitarnya khususnya di dataran rendah baik di hutan primer maupun sekunder.  Species digolongkan pada sepcies dengan tingkat keterancaman yang rendah tingkat prioritas 11 tetapi perlu dilakukan kajian khusus tentang status species ini di daerah kawasan lindung (IUCN, 1992).
Nyctimene draconilla
Dari jumlah individu yang ditemukan selama pengamatan berlangsung, species ini hanya satu ekor saja yang berhasil ditangkap.  Kehadiran sepcies ini juga selalu diikuti dengan species lain dari genus yang sama N. albiventer.  N. draconillasbelumnya digolongkan pada salah satu sub-species dari N. albiventer (IUCN, 1992) untuk itu diperlukan pengamatan secara baik karena secara morfolgi kedua species ini mempunyai tingkat kesamaan yang tinggi.  N. draconilla diklasifikasikan kedalam ”rare species” dan ditempatkan di bawah prioritas tingkat 6 menurut status konservasi karena ketersediaan data tentang species ini yang sangat kurang (IUCN, 1992).
Rousettus amplexicaudatus
Di hutan dataran rendah lainnya di Papua keberadaan species ini tidak umum. Tetapi karena di Maluku species ini umum ditemukan, maka diduga species ini juga dapat ditemukan paling jauh di sekitar daerah Vogelkop (Flannery, 1994). Dengan demikian ditemukannya species ini di Manokwari (lokasi pengamatan Inamberi) mengisi kekosongan yang selama ini belum terisi data penyebaran species ini di daerah lain di Papua.  Species ini ditemukan di areal yang sudah terganggu, dan ditumbuhi oleh berbagai pohon buah-buahan antara lain pisang, kedondong dan mangga.
Syconicteris australis
Walaupun jumlah individu yang ditangkap selama pengamatan di Inamberi tidak sebanyak R. amplexicaudatus, di Ayambori hampir setiap kali species ini ditemukan. Species ini merupakan sepcies yang umum dan hampir selalu ditemukan di kawasan dataran rendah Papua lainnya, karena merupakan species endemik Papua dan pulau-pulau satelitnya.  Flannery (1994) menjelaskan bahwa S. australismerupakan species yang umum ditemukan di Papua dengan jumlah yang cukup melimpah pada ketinggian tempat yang berbeda-beda.
Jenis tanaman buah di lokasi pengamatan
Pada areal pengamatan ditemukan  jenis tumbuhan penghasil buah nilai ekonomis pada tingkat semai dan pancang. Jenis tumbuhan yang ditemukan terdiri dari langsat (Lansium domesticum) dan matoa (Pometia corriacea). Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa kelelawar pemakan buah di kawasan TWA Gunung Meja turut berperan dalam penyebaran benih (dispersal). Hal ini didukung karena kawasan sekitar TWA Gunung Meja terdapat kebun buah-buahan sehingga memungkinkan penyebaran benih (dispersal) oleh kelelawar pemakan buah.
Simpulan
Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa species kelelawar yang ditemukan di sekitar kawasan TWGM merupakan species yang juga ditemukan di areal hutan dataran rendah lainnya di Papua.  Jika pengamatan dilakukan di beberapa titik lain kemungkinan jumlah jenis yang ditemukan akan bertambah, sekaligus mendapatkan keterwakilan areal di dalam kawasan TWGM. N. aello dan R. amplexicaudatus yang berhasil dikoleksi merupakan catatan baru yang sekaligus mengisi kekosongan informasi yang sampai dengan saat ini belum terrekam dari penelitian lainnya di sekitar Manokwari.
Jenis kelelawar pemakan buah di kawasan TWGM diyakini merupakan ”pollinator agent” bagi beberapa tumbuhan buah bernilai ekonomi tinggi yang penyebarannya cukup merata di sekitar kawasan TWGM.  Sedangkan status konservasinya bervariasi menurut informasi hasil penelitian yang sudah dilakukan dan dipublikasikan secara global.

No comments:

Post a Comment