Pages

Sunday, September 18, 2011

DEHORNING


Dehorning adalah penghilangan atau pemotongan tanduk. Bangsa sapi perah kebanyakan dipotong tanduknya Karena tanda tidak menguntungkan peternak sapi perah, meskipun peternak ingin mempertahankan pada anak sapi jantan yang dipelihara untuk kerja atau untuk sapi dara atau dua atau tiga kegunaan. Pemotongan tanduk paling baik dilaksanakan dengan membakar pucuk tanduk ketika anak sapi berumur satu atau dua minggu, bisa juga dengan menggosok pucuk tanduk dengan tongkat soda api (cautik) sampai hampir berdarah dengan menggunakan collodion atau dengan menggunakan silinder yang panas ditekankan untuk satu atau dua menit disekitar cincin kuncup tanduk (Williamson,1993).

Dalam penggunaan tongkat soda api, perawatan harus dilakukan sedemikian rupa supaya anak sapi tidak membawa soda api kepada induk sapi pada waktu menyusu sehingga soda api tersebut tidak menyebar dari tempat pelaksanaan terutama kedalam mata. Ini mungkin terjadi bila anak sapi terkena air hujan setelah penggunaan tongkat soda api (Williamson,1993).

Pemotongan tanduk dengan arus listrik dapat juga digunakan pada sapi muda. Suatu cincin baja yang dipanaskan dengan listrik ditekankan pada dasar tanduk sehingga membakar jaringan disekitarnya dan menahan pertumbuhan tanduk. Mereka yang berpengalaman apabila melakukan cara ini hanya mematikan sebagian saja dari dasar tanduk itu dan kemudian tanduk masih tumbuh dalam wujud deformasi yang disebut scur (Blakely,1991).

Sapi yang lebih tua pemotongan tanduknya harus dengan gergaji atau dengan alat pemotongan Barnes. Cara ini akan menyebabkan timbulnya pendarahan (Blakely,1991).Sebenarnya banyak cara yang dipraktekkan untuk pemotongan tanduk sapi. Suatu cara yang akan dipakai sangat tergantung pada umur sapi yang akan dihilangkan tanduknya serta pengalaman yang dipunyai oleh mereka yang akan melaksanakan pekerjaan itu. Sapi muda sering dihilangkan tanduknya dengan menggunakan pasta kimia yang keras (Kalium atau Hidrokside), pasta kimia tersebut dioleskan diseputar pangkal tanduk ketika anak sapi berumur kurang dari satu minggu, sehingga mematikan pertumbuhan dan perkembangan tanduk tersebut (Blakely,1991).

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J and D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan, edisi ke- 4. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta

Williamson and Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta

JENIS-JENIS SAPI PERAH


Banyak bangsa sapi daging yang dikembangkan untuk tujuan ganda (susu dan daging) atau bahkan untuk tujuan yang lebih luas lagi yaitu susu, daging, dan tenaga. Beberapa bangsa masih memperlihatkan perbedaan sedangkan yang lainnya telah diseleksi untuk sifat-sifat ternak daging atau ternak perah saja (Blakely,1991).

Bangsa sapi perah daerah subtropics

Ayrshire. Bangsa sapi Ayrshire dikembangkan di daerah Ayr, yaitu di daerah bagian barat Skotlandia. Wilayah tersebut dingin dan lembab, padang rumput relative tidak banyak tersedia. Dengan demikian maka ternak terseleksi secara alamiah akan ketahanan dan kesanggupannya untuk merumput (Blakely,1991).

Pola warna bangsa sapi Ayrshire bervariasi dari merah dan putih sampai warna mahagoni dan putih. Bangsa sapi ini lebih bersifat gugup atau terkejut bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang lain. Para peternak dahulu nampak masih berhati-hati dalam usaha mereka dalam melakukan seleksi kearah tipe yang bagus. Hasil itu masih nampak dalam gaya penampilan, simetri, perlekatan ambing yang nampak, disamping kehalusan dan kebersihannya sebagai tipe perah. Sapi Ayrshire hanya termasuk dalam peringkat sedang dari sudut daging serta pedet yang dilahirkan. Rata-rata bobot badan sapi betina dewasa 1250 pound dan sapi jantan mencapai 1600-2300 pound. Produksi susu menurut DHIA (1965/1966) rata-rata 10312 pound dengan kadar lemak 4% (Prihadi,1997).

Brown Swiss. Bangsa sapi Brown Swiss banyak dikembangkan dilereng-lereng pegunungan di Swiss. Sapi ini merumput di kaki-kaki gunung pada saat musim semi sampai lereng yang paling tinggi saat musim panas. Keadaan alam seperti itu melahirkan hewan-hewan yang tangguh akan kemampuan merumput yang bagus. Ukuran badannya yang besar serta lemak badannya yang berwarna putih menjadikannya sapi yang disukai untuk produksi daging (Blakely,1991).

Warna sapi Brown Swiss bervariasi mulai dari coklat muda sampai coklat gelap, serta tercatat sebagai sapi yang mudah dikendalikan dengan kecenderungan bersifat acuh. Sapi Brown Swiss dikembangkan untuk tujuan produksi keju dan daging, serta produksi susunya dalam jumlah besar dengan kandungan bahan padat dan lemak yang relative tinggi. Bobot badan sapi betina dewasa 1200-1400 pound, sedang sapi jantan Brown Swiss 1600-2400 pound. Produksi susu rata-rata mencapai 10860 pound dengan kadar lemak 4,1% dan warna lemak susunya agak putih (Blakely,1991).

Guernsey. Bangsa sapi Guernsey dikembangkan di pulau Guernsey di Inggris. Pulau tersebut terkenal dengan padang rumputnya yang bagus, sehingga pada awal-awal seleksinya, sifat-sifat kemampuan merumput bukan hal penting yang terlalu diperhatikan. Sapi perah Guernsey berwarna coklat muda dengan totol-totol putih yang nampak jelas. Sapi tersebut sangat jinak, tetapi karena lemak badannya yang berwarna kekuningan serta ukuran badan yang kecil menyebabkan tidak disukai untuk produksi susu dengan warna kuning yang mencerminkan kadar karoten yang cukup tinggi (karoten adalah pembentuk atau prekusor vitamin A). disamping itu, kadar lemak susu serta kadar bahan padat susu yang tinggi. Bobot badan rata-rata sapi betina dewasa 1100 pound dengan kisaran antar 800-1300 pound. Sedangkan bobot sapi jantan dewasa dapat mencapai 1700 pound. Produksi susu sapi Guernsey menurut DHIA (1965/1966) rata-rata 9179 pound dengan kadar lemaknya 4,7% (Prihadi,1997).

Jersey. Sapi Jersey dikembangkan di pulau Jersey di Inggris yang terletak hanya sekitar 22 mil dari pulau Guernsey. Seperti halnya pulau Guernsey, pulau Jersey juga mempunyai padang rumput yang bagus sehingga seleksi ke arah kemampuan merumput tidak menjadi perhatian pokok. Pulau itu hasil utamanya adalah mentega, dengan demikian sapi Jersey dikembangkan untuk tujuan produksi lemak susu yang banyak, sifat yang sampai kini pun masih menjadi perhatian. Dalam masa perkembangan bangsa ini, hanya sapi-sapi yang bagus sajalah yang tetap dipelihara sehingga sapi Jersey ini masih terkenal karena keseragamannya (Blakely,1991).

Susu yang berasal dari sapi yang berwarna coklat ini, warnanya kuning karena kandungankarotennya tinggi serta persentase lemak dan bahan padatnya juag tinggi. Seperti halnya sapi Guernsey, sapi Jersey tidak disukai untuk tujuan produksi daging serta pedet yang akan dipotong. Bobot sapi betina dewasa antara 800-1100 pound. Produksi susu sapi Jersey tidak begitu tinggi, menurut standar DHIA (1965/1966) rata-rata produksi sapi Jersey 8319 pound/tahun, tetapi kadar lemaknya sangat tinggi rata-rata 5,2% (Prihadi,1997).

Holstein – Friesien. Bangsa sapi Holstein-Friesien adalah bangsa sapi perah yang paling menonjol di Amerika Serikat, jumlahnya cukup banyak, meliputi antara 80 sampai 90% dari seluruh sapi perah yang ada. Asalnya adalah Negeri Belanda yaitu di propinsi Nort Holand dan West Friesland, kedua daerah yang memiliki padang rumput yang bagus. Bangsa sapi ini pada awalnya juga tidak diseleksi kearah kemampuan atau ketangguhannya merumput. Produksi susunya banyak dan dimanfaatkan untuk pembuatan keju sehingga seleksi kearah jumlah produksi susu sangat dipentingkan (Blakely,1991).

Sapi yang berwarna hitam dan putih (ada juga Holstein yang berwarna merah dan putih) sangat menonjol karena banyaknya jumlah produksi susu namun kadar lemaknya rendah. Sifat seperti ini nampaknya lebih cocok dengan kondisi pemasaran pada saat sekarang. Ukuran badan, kecepatan pertumbuhan serta karkasnya yang bagus menyebabkan sapi ini sangat disukai pula untuk tujuan produksi daging serta pedet untuk dipotong. Standar bobot badan sapi betina dewasa 1250 pound, pada umumnya sapi tersebut mencapai bobot 1300-1600 pound. Standar bobot badan pejantan 1800 pound dan pada umumnya sapi pejantan tersebut mencapai diatas 1 ton. Produksi susu bias mencapai 126874 pound dalam satu masa laktasi, tetapi kadar lemak susunya relative rendah, yaitu antara 3,5%-3,7%. Warna lemaknya kuning dengan butiran-butiran (globuli) lemaknya kecil, sehingga baik untuk dikonsumsi susu segar (Blakely,1991).


Bangsa sapi perah daerah tropis

Sahiwal. Bangsa sapi Sahiwal berasal dari daerah Punyab, distrik montgo mery, Pakistan, daerah antara 29°5’ -30°2’ LU. Sapi perah Sahiwal mempunyai warna kelabu kemerah-merahan atau kebanyakan merah warna sawo atau coklat. Sapi betina bobot badannya mencapai 450 kg sedangkan yang jantan 500-600 kg. sapi ini tahan hidup di daerah asalnya dan dapat berkembang di daerah-daerah yang curah hujannya tidak begitu tinggi. Produksi susu paling tinggi yaitu antara 2500-3000 kg/tahun dengan kadar lemaknya 4,5%. Menurut Ware (1941) berdasarkan catatan sapi perah Sahiwal yang terbaik dari 289 ekor dapat memproduksi antara 6000-13000 pound (2722-5897 liter) dengan kadar lemak 3,7% (Blakely,1991).


Red Sindhi. Bangsa sapi Red Sindhi berasal dari daerah distrik Karachi, Hyderabad dan Kohistan. Sapi Red Sindhi berwarna merah tua dan tubuhnya lebih kecil bila dibandingkan dengan sapi Sahiwal, sapi betina dewasa rata-rata bobot badannya 300-350 kg, sedangkan jantannya 450-500 kg. produksi susu Red Sindhi rata-rata 2000 kg/tahun, tetapi ada yang mencapai produksi susu 3000 kg/tahu dengan kadar lemaknya sekitar 4,9% (Blakely,1991).


Gir. Bangsa sapi Gir berasal dari daerah semenanjung Kathiawar dekat Bombay di India Barat dengan curah hujan 20-25 inchi atau 50,8-63,5 cm. Daerah ini terletak antara 20°5’ - 22°6’ LU. Pada musim panas temperature udara mencapai 98°F (36,7°C) dan musim dingin temperatu udara sampai 60°F (15,5°C) (Prihadi,1997).

Warna sapi Gir pada umumnya putih dengan sedikit bercak-bercak coklat atau hitam, tetapi ada juga yang kuning kemerahan. Sapi ini tahan untuk bekerja baik di sawah maupun di tegal. Ukuran bobot sapi betina dewasa sekitar 400 kg, sedangkan sapi jantan dewasa sekitar 600 kg. produksi susu rata-rata 2000 liter/tahun dengan kadar lemak 4,5-5% (Blakely,1991).

Bangsa sapi perah di Indonesia
Bangsa sapi perah di Indonesia dapat dikatakan tidak ada. Sapi perah di Indonesia berasal dari sapi impor dan hasil dari persilangan sapi impor dengan sapi local. Pada tahun 1955 di Indonesia terdapat sekitar 200000 ekor sapi perah dan hamper seluruhnya merupakan sapi FH dan keturunannya (Prihadi,1997).

Produksi susu sapi FH di Indonesia tidak setinggi di tempat asalnya. Hal ini banyak dipengaruhi oleh factor antara lain iklim, kualitas pakan, seleksi yang kurang ketat, manajemen dan mungkin juga sapi yang dikirim ke Indonesia kualitas genetiknya tidak sebaik yang diternakkan dinegeri asalnya. Sapi FH murni yang ada di Indonesia rata-rata produksi susunya sekitar 10 liter per hari dengan calving interval 12-15 bulan dan lama laktasi kurang lebih 10 bulan atau produksi susu rata-rata 2500-3000 liter per laktasi (Prihadi,1997).

Hasil persilangan antara sapi lokal dengan sapi FH sering disebut sapi PFH (Peranakan Friesian Holstein). Sapi ini banyak dipelihara rakyat terutama di daerah Boyolali, Solo, Ungaran, Semarang, dan Jogjakarta. Juga dapat dijumpai didaerah Pujon, Batu, Malang,dan sekitarnya. Warna sapi PFH seperti sapi FH tetapi sering dijumpai warna yang menyimpang misalnya warna bulu kipas ekor hitam, kuku berwarna hitam dan bentuk tubuhnya masih memperlihatkan bentuk sapi local, kadang-kadang masih terlihat adanya gumba yang meninggi (Prihadi,1997).


DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J and D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan, edisi ke- 4. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.

Prihadi, S. 1997. Dasar Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan UGM. Jogjakarta.

ALAT REPRODUKSI TERNAK BETINA


Reproduksi hewan betina adalah suatu proses yang kompleks yang melibatkan seluruh tubuh hewan itu. Sistem reproduksi akan berfungsi bila makhluk hidup khususnya hewan ternak dalam hal ini sudah memasuki sexual maturity atau dewasa kelamin. Setelah mengalami dewasa kelamin, alat-alat reproduksinya akan mulai berkembang dan proses reproduksi dapat berlangsung baik ternak jantan maupun betina. Sistem reproduksi pada betina terdiri atas ovarium dan sistem duktus. Sistem tersebut tidak hanya menerima telur-telur yang diovulasikan oleh ovarium dan membawa telur-telur ke tempat implantasi yaitu uterus, tetapi juga menerima sperma dan membawanya ke tempat fertilisasi yaitu oviduk.

Pada mamalia, ovarium dan bagian duktus dari sistem reproduksi berhubungan satu dengan yang lain dan melekat pada dinding tubuh dengan sebuah seri dari ligamen-ligamen. Ovarium menerima suplai darah dan suplai saraf melalui hilus yang juga melekat pada uterus. Oviduk berada di dalam lipatan mesosalpink, sedangkan mesosalpink melekat pada ligamen ovarium. Ligamen ini melanjutkan diri ke ligamen inguinal, yang homolog dengan gubernakulum testis. Bagian ligamen ini membentuk ligamen bulat pada uterus yang kemudian melebarkan diri dari uterus ke daerah inguinal.

Alat-alat reproduksi betina terletak di dalam cavum pelvis (rongga pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh tulang-tulang sacrum, vertebra coccygea kesatu sampai ketiga dan oleh dua os coxae. Os coxae dibentuk oleh ilium, ischium dan pubis. Secara anatomi alat reproduksi betina dapat dibagi menjadi : ovarium, oviduct, uterus, cervix, vagina dan vulva.

Ovarium
Ovarium adalah organ primer (atau esensial) reproduksi pada betina seperti halnya testes pada hewan. Ovari dapat dianggap bersifat endokrin atau sitogenik (menghasilkan sel) karena mampu menghasilkan hormon yang akan diserap langsung ke dalam peredaran darah, dan juga ovum.

Ovarium merupakan sepasang kelenjar yang terdiri dari ovari kanan yang terletak di belakang ginjal kanan dan ovari kiri yang terletak di belakang ginjal kiri. Ovarium seekor sapi betina bentuknya menyerupai biji buah almond dengan berat rata-rata 10 sampai 20 gram. Sebagai perbandingan, pada sapi jantan dimana ”biji” pejantan berkembang di tubulus seminiferus yang letaknya di dalam pada betina jaringan yang menghasilkan ovum (telur) berada sangat dekat dengan permukaan ovari.

Ovarium terletak di dalam rongga perut berfungsi untuk memproduksi ovum dan sebagai penghasil hormon estrogen, progesteron dan inhibin. Ovarium digantung oleh suatu ligamentum yang disebut mesovarium yang tersusun atas syaraf-syaraf dan pembuluh darah, berfungsi untuk mensuplai makanan yang diperlukan oleh ovarium dan sebagai saluran reproduksi. Ovarium pada preparat praktikum ini berbentuk lonjong bulat.

Fungsi ovarium sendiri adalah memproduksi ovum, penghasil hormon estrogen, progesteron dan inhibin.

Pada semua hewan menyusui mempunyai sepasang ovarium dan mempunyai ukuran yang berbeda-beda tergantung pada species, umur dan masa (stadium) reproduksi hewan betina. Bentuk ovarium tergantung pada golongan hewan:
1.     Pada golongan hewan yang melahirkan beberapa anak dalam satu kebuntingan disebut Polytocous, ovariumnya berbentuk seperti buah murbei, contoh: babi, anjing, kucing
2.     Pada golongan hewan yang melahirkan satu anak dalam satu kebuntingan disebut Monotocous, ovariumnya berbentuk bulat panjang oval, contoh: sapi, kerbau, sedang pada ovarium kuda bebentuknya seperti ginjal.

Ovarium mengandung folikel-folikel yang di dalamnya terdapat masing-masing satu ovum. Pembentukan dan pertumbuhan folikel ini dipengaruhi oleh hormon FSH (Folicle stimulating hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar adenohipofise. Folikel di dalam ovarium terdiri dari beberapa tahap yaitu folikel primer, terbentuk sejak masih dalam kandungan dan mengandung oogonium yang dikelilingi oleh satu lapis sel folikuler kecil; folikel sekunder, terbentuk setelah hewan lahir dan sel folikulernya lebih banyak; folikel tertier, terbentuk pada saat hewan mencapai dewasa dan mulai mengalami siklus birahi; dan yang terakhir adalah folikel de Graaf, merupakan folikel terbesar pada ovarium pada waktu hewan betina menjelang birahi.

Folikel de Graaf inilah yang akan siap diovulasikan (peristiwa keluarnya ovum dari folikel) dan jumlahnya hanya satu karena sapi merupakan hewan monotokosa yang menghasilkan satu keturunan setiap kebuntingan. Peristiwa ovulasi diawali dengan robeknya folikel de Graaf pada bagian stigma dipengaruhi oleh hormon LH (Luteinizing hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar adenohipifise. LH menyebabkan aliran darah di sekitar folikel meningkat dan menyebabkan dinding olikel pecah. Bekas tempat ovum yang baru keluar disebut corpus haemorragicum yang dapat kemasukan darah akibat meningkatnya aliran darah dan menjadi merah, setelah itu terbentuk corpus luteum (berwarna coklat) yang akan menghasilkan hormon progesteron untuk mempertahankan kebuntingan dan menghambat prostaglandin. Sehingga pada saat bunting tidak terjadi ovulasi karena prostaglandin yang mempengaruhi hormon estrogen dan FSH.

Apabila pembuahan tidak terjadi, corpus luteum bertambah ukurannya di bawah hormon pituitari anterior yaitu prolaktin dan dibentuklah hormon progesteron yang menekan birahi yang berkepanjangan dan memepertahankan kebuntingan (Blakely and Bade, 1998).

Oviduct
Oviduct merupakan saluran yang bertugas untuk menghantarkan sel telur (ovum) dari ovarium ke uterus. Oviduct digantung oleh suatu ligamentum yaitu mesosalpink yang merupakan saluran kecil yang berkelok-kelok dari depan ovarium dan berlanjut di tanduk uterus.

Oviduct terbagi menjadi 3 bagian. Pertama adalah infundibulum, yaitu ujung oviduct yang letaknya paling dekat dengan ovarium. Infundibulum memiliki mulut dengan bentuk berjumbai yang berfungsi untuk menangkap ovum yang telah diovulasikan oleh ovarium. Mulut infundibulum ini disebut fimbria. Salah satu ujungnya menempel pada ovarium sehinga pada saat ovulasi dapat menangkap ovum. Sedangkan lubang infundibulum yang dilewati ovum menuju uterus disebut ostium. Setelah ovum ditangkap oleh fimbria, kemudian menuju ampula yaitu bagian oviduct yang kedua, di tempat inilah akan terjadi fertilisasi. Sel spermatozoa akan menunggu ovum di ampula untuk dibuahi. Panjang ampula merupakan setengah dari panjang oviduct. Ampula bersambung dengan bagian oviduct yang terakhir yaitu isthmus. Bagian yang membatasi antara ampula dengan isthmus disebut ampulary ismich junction. Isthmus dihubungkan langsung ke uterus bagian cornu (tanduk) sehingga di antara keduanya dibatasi oleh utero tubal junction.

Dinding oviduct terdiri atas 3 lapisan yaitu membrana serosa merupakan lapisan terdiri dari jaringan ikat dan paling besar, membrana muscularis merupakan lapisan otot dan membrana mucosa merupakan lapisan yang membatasi lumen.

Fungsi oviduct :
1.menerima sel telur yang diovulasikan oleh ovarium,
2.transport spermatozoa dari uterus menuju tempat pembuahan
3.tempat pertemuan antara ovum dan spermatozoa (fertilisasi)
4.tempat terjadinya kapasitasi spermatozoa
5.memproduksi cairan sebagai media pembuahan dan kapasitasi spermatozoa
6.transport yang telah dibuahi (zigot) menuju uterus.

Menurut Bearden and Fuquay (1997) panjang oviduct untuk kebanyakan spesies ternak adalah 20 sampai 30 cm.

Uterus
Uterus merupakan struktur saluran muskuler yang diperlukan untuk menerima ovum yang telah dibuahi dan perkembangan zigot. Uterus digantung oleh ligamentum yaitu mesometrium yaitu saluran yang bertaut pada dinding ruang abdomen dan ruang pelvis. Dinding uterus terdapat 3 lapisan, lapisan dalam disebut endometrium, lapisan tengah disebut myometrium dan lapisan luar disebut perimetrium.

Uterus terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama adalah cornu uteri atau tanduk uterus. Cornu uteri ini jumlahnya ada 2 dan persis menyerupai tanduk yang melengkung. Cornu uteri merupakan bagian uterus yang berhubungan dengan oviduct. Kedua cornu ini memiliki satu badan uterus yang disebut corpus uteri dan merupakan bagian uterus yang kedua. Corpus uteri berfungsi sebagai tempat perkembangan embrio dan implantasi. Selain itu pada corpus uteri terbentuk PGF2 alfa. Bagian uterus yang ketiga adalah cervix atau leher uterus.

Bentuk-bentuk uterus ada 3, yaitu: 1) uterus bicornus: cornu uteri sangat panjang tetapi corpus uteri sangat pendek. Contoh pada babi. 2) uterus bipartinus: corpus uteri sangat panjang dan di antara kedua cornu terdapat penyekat. Contoh pada sapi cornunya membentuk spiral. 3) uterus duplex: cervixnya terdapat dinding penyekat. Contoh: uterus pada kelinci dan marmut. 4) uterus simple: bentuknya seperti buah pir. Contoh: uterus pada manusia dan primata.

Fungsi uterus: 1) saluran yang dilewati gamet (spermatozoa). Spermatozoa akan membuahi sel telur pada ampula. Secara otomatis untuk mencapai ampulla akan melewati uterus dahulu. 2) tempat terjadinya implantasi. Implantasi adalah penempelan emrio pada endometrium uterus. 3) tempat pertumbuhan dan perkembangan embrio. 4) berperan pada proses kelahiran (parturisi). 5) pada hewan betina yang tidak bunting berfungsi mengatur siklus estrus dan fungsi corpus luteum dengan memproduksi PGF2 alfa.

Di dalam uterus terdapat curuncula yang berfungsi untuk melindungi embrio pada saat ternak bunting. Hasil pengukuran uterus pada praktikum ini, panjang corpus uteri adalah 20 cm, panjang cornu uteri adalah 13 cm. Menurut Lindsay et al., (1982) bahwa uterus pada sapi yang tidak bunting memiliki diameter 5 sampai 6 cm. Perbedaan ini dipengaruhi oleh umur, bangsa ataupun kondisi ternak.

Cervix
Cervix terletak di antara uterus dan vagina sehingga dikatakan sebagai pintu masuk ke dalam uterus. Cervix ini tersusun atas otot daging sphincter. Terdapat lumen cervix yang terbentuk dari gelang penonjolan mucosa cervix dan akan menutup pada saat terjadi estrus dan kelahiran. Cervix menghasilkan cairan yang dapat memberi jalan pada spermatozoa menuju ampula dan untuk menyeleksi sperma.

Selama birahi dan kopulasi, serviks berperan sebagai masuknya sperma. Jika kemudian terjadi kebuntingan saluran uterin itu tertutup dengan sempurna guna melindungi fetus. Beberapa saat sebelum kelahiran, pintu itu mulai terbuka, serviks mengembang, hingga fetus dan membran dapat melaluinya pada saat kelahiran (Blakeli and Bade, 1998).

Fungsi dari cervix adalah menutup lumen uterus sehingga menutup kemungkinan untuk masuknya mikroorganisme ke dalam uterus dan sebagai tempat reservoir spermatozoa.

Vagina
Vagina adalah organ reproduksi hewan betina yang terletak di dalam pelvis di antara uterus dan vulva. Vagina memiliki membran mukosa disebut epitel squamosa berstrata yang tidak berkelenjar tetapi pada sapi berkelenjar. pada bagian kranial dari vagina terdapat beberapa sel mukosa yang berdekatan dengan cervix.

Vagina terdiri dari 2 bagian yaitu vestibulum yang letaknya dekat dengan vulva serta merupakan saluran reproduksi dan saluran keluarnya urin dan yang kedua adalah portio vaginalis cervixis yang letaknya dari batas antara keduanya hingga cervix. Vestibulum dan portio vaginalis cervixis dibatasi oleh suatu selaput pembatas yang disebut himen.

Fungsi dari vagina adalah sebagai alat kopulasi dan tempat sperma dideposisikan; berperan sebagai saluran keluarnya sekresi cervix, uterus dan oviduct; dan sebagai jalan peranakan saat proses beranak. Vagina akan mengembang agar fetus dan membran dapat keluar pada waktunya.

Menurut Toelihere (1981), pada hewan yang tidak bunting panjang vagina sapi mencapai 25,0 sampai 30,0 cm. Variasi ukuran vagina ini tergantung pada jenis hewan, umur dan frekuensi beranak (semakin sering beranak, vagina semakin lebar).

Vulva
Vulva merupakan alat reproduksi hewan betina bagian luar. Vulva terdiri dari dua bagian. Bagian luar disebut labia mayora dan bagian dalamnya disebut labia minora. Labia minora homolog dengan preputium pada hewan jantan sedangkan labia mayora homolog dengan skrotum pada hewan jantan.

Pertautan antara vagina dan vulva ditandai oleh orifis uretral eksternal atau oleh suatu pematang pada posisi kranial terhadap uretral eksteral yaitu himen vestigial. Himen tersebut rapat sehingga mempengaruhi kopulasi. Vulva akan menjadi tegang karena bertambahnya volume darah yang mengalir ke dalamnya.

Klitoris
Klitoris merupakan alat reproduksi betina bagian luar yang homolog dengan gland penis pada hewan jantan yang terletak pada sisi ventral sekitar 1 cm dalam labia. Klitoris terdiri atas dua krura atau akar badan dan kepala (glans). Klitoris terdiri atau jaringan erektil yang tertutup oleh epitel skuamusa berstrata. Selain itu klitoris juga mengandung saraf perasa yang berperan pada saat kopulasi. Klitoris akan berereksi pada hewan yang sedang estrus. Fungsi dari klitoris ini membantu dalam perkawinan.

Daftar Pustaka

Blakely, J. dan D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bearden, J. dan Fuquay John W.1997.Applied Reproductoin Fourth Edition.Printice Hall, Inc. USA.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakrta.

Hardjopranjoto, S. 1993. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press, Surabaya.

Toliehere, M.R., 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

ALAT REPRODUKSI TERNAK JANTAN


Pada sebagian besar spesies mamalia, organ reproduksi eksternal jantan adalah skrotum dan penis. Organ reproduksi internal terdiri atas gonad yang menghasilkan gamet (sel-sel sperma) dan hormon, kelenjar aksesoris yang mensekresikan produk yang esensial bagi pergerakan sperma, dan sekumpulan duktus yang membawa sperma dan sekresi grandular. Ringkasnya secara anatomi, bagian-bagian alat kelamin jantan terdiri dari; testis, epididymis, ductus deferen, urethra, penis, dan kelenjar-kelenjar asesoris.

Testis
Gonad indiferen sewaktu embrio dini pada betina berdiferensiasi menjadi ovarium, sedangkan pada jantan menjadi testis. Pada semua spesies testis berkembang di dekat ginjal, yaitu pada daerah krista genitalis primitif. Pada mamalia, testis mengalami penurunan, tetap tinggal pada posisi disekitar daerah testis itu berasal. Fungsi testis ada dua macam: yang menghasilkan hormon seks jantandisebut androgen, dan yang menghasilkan gamet jantan disebut sperma. 

Epididymis
Epididymis terdiri dari tiga bagian yaitu caput epididymis atau kepala epididymis, corpus epididymis atau badan epididymis, dan cauda epididymis atau ekor epididymis. Ketiga bagian ini mempunyai fungsi yang berbedada, caput berfungsi sebagai tempat memasakan spermatozoa, corpus berfungsi sebagai transpor atau pengangkutan spermatozoa, cauda berfungsi sebagai tempat penimbunana spermatozoa. 

Ductus Deferen
Ductus deferen merupakan saluran sperma lanjutan dari cauda epididymis sampai ke urethra. Dindingnya tebal mengandung serabut-serabut urat daging yang licin. 
Ampula Ductus Deferen
Ampula ductus deferen adalah ductus deferen an kedua testes setelamelalui canalisinguinalis sampai atas kandung kemih yang lambat laun menjadi membesar. Pembesaran ini disebabkan oleh adanya kelenjar-kelenjar yang ada di dinding ductus deferen, sedang lumennya sedikit meluas.

Urethra
Urethra adalah saluran dari tempat bermuaranya Ampula ductus deferen sampai ujung penis. Urethra merupakan saluran urogenitalis yang berfungsi sebagai tempat lewatnya urine dan semen.
Kelenjar Vesikularis
Kelenjar vesicularis berjumlah sepasang yang terletak di kanan-kiri ampula duktus deferens. Pada ruminansia kelenjar ini besar dan susunannya berlobus-lobus. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara ke dalam urethra, secara umum muaranya menjadi satu dengan ampula sehingga ada 2 muara di kiri dan kanan. Muara ini disebut ostium ejaculatorium. Kadang-kadang muaranya terpisah, yaitu muara kelenjar vesicularis berada di bagian cranial dari kelenjar ampula. Sekresi kelenjar ini banyak mengandung protein, potasium, fruktosa, asam sitrat, asam askorbut, vitamin dan enzim, warnanya kekuning-kuningan karena banyak menagndung flavin dengan pH 5,7-6,2. Sekresi kelenjar vesicularis pada sapi merupakan 50% dari total volume ejakulasi.

Kelenjar Prostata
Pada sapi kelenjar prostata berjumlah sepasang, berbentuk bulat dan tidak berlobus. Kelenjar prostata terdiri dari 2 bagian, badan prosatata dan prostata yang cryptik. Bagian badan prosatata terdapat di belakang ampula dekat diatas urethra pars pelvina, sehingga disebut corpus prostata. Kelenjar prostata berfungsi sebagai penghasil cairan yang encer dan mengandung ion organik (Na, Cl, Ca, Mg) dengan pH lebih besar dari 7,0.

Kelenjar bulbourethralis
Kelenjar bulbourethralis berjumlah sepasang, terdapat di sebelah kanan dan kiri urethra bulbourethralis, dibawah musculus bulbo spongiosus. Pada sapi kelenjar ini sebesar buah kemiri, padat dan mempunyai kapsul. Kelenjar bulbourethralis berfungsi sebagai penghasil getah kental yang berfungsi sebagai pembersih saluran reproduksi dari sisa-sisa urine.

Penis
Penis merupakan organ kopulatoris pada hewan jantan, mempunyai tugas ganda yaitu pengeluaran urine dan peletakan semen ke dalam saluran reproduksi hewan betina. Penis berbentuk silinder panjang dan bersifat fibroelastik atau kenyal. Penis terdiri dari akar atau pangkal, badan penis dan ujung penis atau gland penis. Dalam keadaan relaks ada bagian yang membengkok membentuk huruf S, bagian ini disebut flexera sigmodea. Untuk memanjang dan memendek penis dilengkapi dengan musculus retraktor penis yaitu otot yang dapat merelaks dan mengkerut (kontraksi), dan corpus cavernosum penis yaitu otot yang dapat menegakan penis. Penis mempunyai dua fungsi yaitu untuk menyemprotkan sperma ke dalam alat reproduksi betina dan untuk lewatnya urine.

JENIS-JENIS KAMBING PERAH


Dibeberapa Negara termasuk Negara tropis walaupun banyak jenis kambing, tetapi masih sedikit sekali perhatian terhadap seleksi atau breeding dalam usaha memperoleh satu performance yang baik (Blakely,1991).

Etawah. Bangsa kambing perah Etawah atau Jamnampari merupakan kambing popular dan tersebar luas sebagai kambing perah (susu) di India, Asia Tenggara dan di daerah-daerah lain. Kambing ini mempunyai telinga yang lebar dan panjang serta menggantung.

Kambing perah Etawah merupakan kambing perah yang baik dan juga sering digunakan sebagai produsen daging. Warna bulunya bervariasi dengan warna dasarnya putih, coklat dan hitam. Telinga menggantung dan panjangnya ± 30 cm. Ambing biasanya berkembang baik. Berat badannya yang jantan 68-91 kg, sedang yang betina 36-63 kg. produksi susu dapat mencapai 235 kg dalam periode laktasi 261 hari dan produksi susu tertinggi tercatat 569 kg. kadar lemak rata-rata 5,2% karkas kambing jantan dan betina umur 12 bulan dapat mencapai 44-45% berat hidup (Blakely,1991).

Saanen. Bangsa kambing Saanen berasal dari lembah Saanen di Swiss bagian barat kambing ini sangat terkenal, berwarna putih dengan bulu yang panjang atau pendek. Telinganya tegak dan tajam. Kambing ini merupakan kambing bangsa Swiss yang tersebar dengan berat lebih dari 65 kg pada saat dewasa kelamin. Menonjol karena jumlah (produksi) susunya banyak, tetapi lemak susunya agak rendah (Blakely,1991).

Toggenburg. Bangsa kambing Toggenburg atau bangsa Togg berasal dari pegunungan Alpen di Swiss. Kambing ini adalah jenis kambing kecil dengan badan pendek dan kompak. Kambing betina mempunyai berat 45 kg saat dewas kelamin. Kambing Togg berwarna coklat dibagian badannya dengan warna putih di kaki bagian bawah, dasar ekor dan sisi wajah bagian bawah. Kambing ini berambut panjang atau sedang berjenggot. Kambing Toggenburg merupakan kambing penghasil susu yang baik (Blakely,1991). Kepala kambing Toggenburg mempunyai ukuran sedang dan garis profilnya sedikit konkav (cekung). Telinganya berdiri dari mengarah kedepan (Prihadi,1997).

Anglo Nubian. Bangsa kambing Anglo Nubian merupakan persilangan antara kambing Jamnampari dari India dan Nubian. Kambing tersebut merupakan kambing yang besar, mempunyai kaki yang tinggi dengan kulit yang baik dan bulu mengkilap. Mempunyi telinga panjang dan menggantung, profil mukanya konveks (cembung) yang biasanya disebut Roman Nose. Jadi bentuk kepala kambing tersebut keseluruhan seperti kepala unta dan biasanya tidak bertanduk. Warna bulu sangat bervariasi. Pada puncak laktasi produksi susu mencapai 2-4 kg per hari dengan rata-rata 1-2 kg per hari. Susu kambing Anglo Nubian mempunyai kadar lemak yang tinggi, rata-rata 5,6% (Prihadi,1997).

Nubian. Bangsa kambing Nubian berasal dari Afrika. Berbulu pendek, mengkilap dan kebanyakan berwarna hitam dan coklat dengan telinga yang panjang dan jatuh (terkulai). Kambing bersifat sangat lembut, produksi susunya lebih sedikit bila dibandingkan dengan kambing yang berasal dari Swiss, tetapi persentase lemak susu tinggi. Kambing betina mencapai dewasa kelamin pada saat beratnya kira-kira 60 kg. kambing Nubian cenderung lebih banyak dagingnya dibandingkan bangsa kambing perah lainnya (Blakely,1991).

French Alpine. Kambing ini berasal dari pegunungan Alpine di Perancis. Kambing ini mempunyai warna yang bervariasi, antara lain putih, abu-abu, coklat dan hitam. Badannya besar dengan mata yang tajam dan telinga tegak. Tidak banyak menunjukan kesulitan dalam kelahiran. Ukuran kambing betina saat dewasa kelamin adalah sekitar 55 kg. kambing ini menonjol kemampuan untuk menyusui anaknya karena mempunyai ambing yang besar dan bentuknya bagus dengan puting yang ideal (Blakely,1991).


British Alpine. Bangsa kambing ini berasal dari Swiss dan pegunungan Alpine Austria. British Alpine merupakan kambing yang dideveloped menjadi produsen susu yang baik. Sebagian besar kambing asli di Eropa adalah grup bangsa Alpine dan penyebarannya luas keseluruh Eropa. Kambing-kambing Swiss, French dan Italian Alpine merupakan tipe-tipe kambing Alpine dan banyak dijumpai di Eropa Tengah dan Utara. Mereka biasa dipelihara dalam jumlah yang kecil dan ditumbatkan dengan system feedingstall. British alpine telah dimasukkan di India barat, Guyana, Madagaskar, Mauritius, dan Malaysia. Kambing ini mempunyai daya klimatisasi lebih baik daripada kambing Saanen (Prihadi,1997).

Di India barat pernah tercatat produksi lebih dari 4,5 kg perhari pada laktasi kedua dan ketiga, tetapi di Malaysia dan Mauritikus pengembangan kambing ini gagal antara lain karena kelembaban yang tinggi (Prihadi,1997).

Damaskus. Kambing bangsa ini merupakan kambing yang banyak dipelihara di Libang, Syria,Cyprus. Kambing tersebut baik yang jantan maupun betina tidak bertanduk., warna pada umumnya merah, atau merah dan putih, profil muka konveks, daun telinga panjang dan menggantung. Tinggi gumba 70-75 cm dan berat badan antara 40-60 kg. produksi susu 3-4 liter perhari dapat mencapai 6 liter, dengan jumlah produksi 300-600 liter dalam 8 bulan. Kambing Damaskus lebih subur dibandingkan dengan Saanen, dimana tiap kelahiran rata-rata 1,76 cempe (Prihadi,1997).

Beekal. Bangsa kambing ini banyak dijumpai di beberapa distrik di Punyab India, Rawalpindi dan Lahore di Pakistan barat. Sepintas kambing ini seperti Jamnampari, antara lain profil mukanya Roman Nose, telinga panjang tetapi jauh lebih kecil dibandingkan telinga kambing Etawah (Prihadi,1997).

Kambing ini biasanya berwarna merah coklat dengan bercak atau belang-belang putih. Tinggi gumba jantan dan betina adalah 89 dan 84 cm. kambing betina dewasa mencapai berat hidup kira-kira 45 kg. rata-rata selama laktasi kambing ini dapat menghasilkan susu 105 kg susu dalam waktu 224 hari, dan beranak rata-rata setahun sekali dengan rata-rata anaknya tunggal atau twin (kembar dua) (Prihadi,1997).

Barbari. Bangsa kambing Barbari banyak dijumpai di India bagian Pakistan barat. Kambing ini mempunyai bulu-bulu yang pendek, umumnya berwarna putih dengan bercak-bercak coklat. Tinggi gumba kambing jantan antara 66-76 cm dan betina 60-71 cm. kambing betina dewas berat hidupnya antara 27-36 kg. kambing ini biasanya digunakan untuk produksi susu dan ambingnya pada umumnya berkembang dengan baik. Pernah tercatat produksi susu selama dalam periode laktasi 235 hari mencapai 144 kg (Prihadi,1997).

Di India bangsa kambing ini telah dikembangkan karena produksi susunya dan area tubuhnya relative kecil, sedang produksi cukup banyak menyebabkan ternak ini dipandang sebagai produsen susu yang ekonomis (Prihadi,1997).


DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J and D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan, edisi ke- 4. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.

Prihadi, S. 1997. Dasar Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan UGM. Jogjakarta.

KOMODITAS TERNAK KUDA

Sistematika
Sistematika kuda menurut Blakely dan Bade (1992), memiliki urutan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang)
Sub phylum : Vertebrata
Class : Mamalia (menyusui)
Ordo : Perisodactyla
Familia : Equidae
Genus : Equus
Species : Equus cabalus


Asal-usul

Sekitar 13 juta tahun yang lalu setelah kehadirannya hewan prakuda, muncullah leluhur kuda yang pertama kali diketahui sebagai Eohippus. Hewan tersebut ukurannya kecil juga, tidak lebih dari seekor serigala, tinggi pundaknya 25-45 cm, kaki depan mempunyai 3 jari tracak. Telinganya kecil tapi kompak, bulunya merupakan bulu furry seperti anjing, ekornya bergerak-gerak, mukanya panjang sehingga memberi tempat cukup untuk gigi yang banyak 44 buah. Karakteristik yang berbeda dari Eohippus bila dibandingkan dengan spesies toritis pendahulunya adalah arah pertumbuhan kakinya. Kaki merupakan adaptasi dari keadaan asli yang berjari lima, yang berubah menjadi empat. Satu jari depan mengalami retraksi menjadi splint (Blakely dan Bade, 1992).

Mesohippus. Sekitar 40 juta tahun yang silam, proses evolusi telah mengubah wujud kuda lebih drastis. Waktu jaman Ologocene, muncul hewan Mesohippus. Mesohippus tampil lebih besar dari pendahulunya, dengan tinggi pundak mempunyai 60 cm. Teracak kecil sudah mulai berkembangpada ketiga jarinya baik kaki depan maupun kaki belakang (Blakely dan Bade, 1992).

Merychippus. Semasa jaman Miocene yaitu sekitar 25 juta tahun yang lalu, muncullah spesies Merychippus sebagai kuda yang benar baru. Ini adalah jenis kuda dengan 3 jari yang penampilannya tegak, tingginya sekitar 100 cm dan mempunyai 3 jari baik pada kaki depan maupun kaki belakang (Blakely dan Bade, 1992).

Pliohippus. Kemudian sekitar 10 juta tahun yang lalu, semasa jaman Pliocene kuda berkembang menjadi Pliohippus. Leluhur kuda jenis ini mempunyai satu jari atau satu tracak pada tiap kakinya. Pliohippus merupakan hewan monodaktil (hewan bertracak tunggal) sejati yang pertama dalam sejarah evolusi (Blakely dan Bade, 1992).

Equus. Akhirnya sekitar 2 juta tahun yang lalu, kuda seperti yang kita kenal sekarang yaitu Equus caballus, muncul sebagai makhluk yang lebih besar. Namun sekitar 8 ribu tahun yang lalu, spesies Equus ini punah di daratan Amerika Serikat dan tidak muncul lagi sampai orang-orang Spanyol membawa kuda masuk ke benua Amerika pada tahun 1400-an (Blakely dan Bade, 1992).

Bangsa-bangsa Kuda

Kuda Batak. Kuda ini diketahui tersebar di Tapanuli Utara, terutama di sekitar danau Toba. Bentuknya menyerupai kuda Mongol. Tubuhnya kecil, tingginya kurang dari 1,20 m. Perimbangan tubuhnya baik. Hidung dari kuda ini besar, dan relatif panjang. Kepala sukar ditundukkan secara sempurna karena tengkuknya yang pendek, ekor duduknya tinggi, warna bermacam-macam, tipe kuda beban (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1982).

Kuda Sumatra. Kuda ini umumnya berwarna coklat dn coklat tua kemerah-merahan dengan rambut ekor dan kaki bagian bawahnya hitam. Bentuk kepala agak besar denagn leher lebar dan pendek. Rambut kepala kasar dan berdiri. Kakinya langsing dan berbulu di bagian persendiannya (Nusyirwan, 1993).

Kuda American Saddle Horse. American Saddle Horse dikembangkan didaerah-daerah perkebunan di negara bagian Amerika Serikat. Hampir semua Amerika Saddle Horse adalah keturunan dari kuda Denmark yang sangat terkenal karena lomba sejauh 4 mil, yang dilahirkan pada tahun 1839. Karakteristik yang menonjol dari bangsa kuda ini adalah enak dinaiki untuk jarak jauh dan dapat dipekerjakan sambil membawa beban (Blakely dan Bade, 1992).

Kuda Arab. Kuda Arab mungkin berasal dari Mesir, tetapi telah dikembangkan di Arab sampai mencapai bentuk yang ada sekarang. Kemudian dikembang-biakan di Amerika Serikat sejak jaman penjajahan. Karakteristik yang menonjol dari kuda Arab adalah kecepatan daya tahan tubuhnya (stamina) dan kecantikannya. Kuda ini juga terkenal karena mempunyai sifat yang jinak, tampaknya lebih suka bersahabat (berdekatan) dengan manusia (Blakely dan Bade, 1992).



Kuda Hockney. Merupakan keturunan dari kuda jantan Thoroughbred yang disilagnkan denagn kuda betina asli Inggis di daerah Norfolk. Bangsa ini semula merupakan kuda tunggang, tetapi juga dipakai sebagai kuda pekerja (Blakely dan Bade, 1992).

Kuda Thoroughbred. Kuda Thoroughbred dikembangkan oleh keluarga raja Inggris sebelum diimpor ke Amerika. Karena penggunaan di Inggris, muncullah istilah “ olahraga raja” karena bangsawan Inggris baik laki-laki maupun wanitanya mengembangbiakan dan melombakan kuda ini yang penampilannya bagus sekali. Selain kecerdasannya, karakteristik yang menonjol adalah kecepatan lari dan daya tahannya (Blakely dan Bade, 1992).


Kuda Welsh Pony. Bangsa kuda Welsh berasal dari Wales. Daerah yang berat, bergunung-gunung dan tumbuh-tumbuhan yang jarang merupakan seleksi alam sehingga hanya yang paling tangguh saja yang dapat bertahan. Bangsa ini agak lebih besar dari Shetland dan juga terkenal sebagai kuda pony untuk pertunjukan dan sering disilangkan dengan Thoroughbred. Sering digambarkan sebagai kuda pelatih yang kecil, kuda ini juga berguna untuk pacuan, ternak kerja dan untuk berburu (Blakely dan Bade, 1992).

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J and David.H.Bade. 1992. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogjakarta.

Sosroamidjojo, M. Samad dan Soeradji. 1982. Peternakan Umum. C.V. Yasaguna: Jakarta.

Perawatan Kuda Atlit (bagian 3)


Pemeriksaan Kesehatan Rutin
Untuk melihat kondisi kuda kesehatan kuda dapat dilakukan pengamatan kuda baik tingkah laku maupun pemeriksaan secara dekat. Kuda yang bersuara parau bahkan sampai tidak bersuara menunjukkan adanya keabnormalan fungsi faalinya yang bersifat sementara atau berkelanjutan.
Perubahan-perubahan fungsi dan struktur tubuh abnormal yang mungkin awalnya dipengaruhi oleh penyakit ringan, memiliki arti penting dalam menentukan pemeriksaan, diagnosa, prognosa, etiologi, penyebab peyakit, terapi dan perawatan kuda sakit (Medivet, 2001). Sementara itu untuk mendapatkan kuda yang sehat melibatkan latihan, pakan, dan seluruh manajemen stable. Sebelum masuk pada program latihan, beberapa prosedur rutin harus dilaksanakan yang diperlukan untuk kesehatan dan kenyamanan hewan.
· Pemeriksaan Kuku.
Tukang tapel (farrier) hendaklah dihubungi untuk memeriksa kaki kuda dan memeriksa kecocokan/pas tidaknya sepatu kuda yang baru dipasang, serta perlu tidaknya penggunaan tapel khusus akan tetapi perlu diperhatikan juga kesimetrisannya hasil dari pemasangannya. Sepatu baru hendaklah baiknya diganti dan dipasang setiap empat atau enam minggu sekali selagi kuda dalam kondisi kerja.
· Pemeriksaan gigi
Gigi hendaklah teratur dan tidak terdapat ujung yang meruncing. sebaiknya gigi dikikir secara teratur minimal setahun sekali (Hamer.D, 1993), keadaan gigi harus diperiksa ketajamannya terhadap adanya bentuk gigi yang tidak rata. Adanya ketajaman pada bagian ujung akan memerlukan perlakuan pengikiran (Teeth Rasping) oleh pihak yang berkompeten agar kuda tidak mengalami ketidaknyamanan pada saat makan atau ketika ‘bit’ dipasangkan pada mulut dan meningkatkan efisiensi penggilingan makanan agar menjadi partikel makanan yang lebih kecil. Adapun jika gigi yang tidak terawat akan berkembang menjadi berbahaya meruncing di bagian sudut gigi, dengan sangat merobek bagian dalam pipi, gusi, lidah sehingga kuda akan mendapatkan kesulitan pada saat mengunyah makanan, pakan yang tidak tercerna dengan baik akan mengganggu motilitas usus yang akan membawa pada kondisi spasmodik kolik.
· Pemeriksaan nostril
Nostril hendaklah terbuka, tidak berlebihan pada saat mengembus, bersih dan kering serta bebas dari discharge. Udara yang keluar maupun yang masuk dapat mengalir dengan bebas dan tidak terdapat bau yang tidak menyenangkan.
· Pemeriksaan respirasi
Tingkat respirasi normal permenit antara10-15 nafas permenit (Hawcroft, 1990). Pemeriksaan respirasi kuda pertama dapat dilakukan dengan memanfaatkan jarak sekitar 2 meter, dengan menuntun kuda berjalan atau berlari. Hal yang diperhatikan adalah cepat atau lambatnya pernafasan, ketidak teraturan atau iramanya, dangkal atau dalamnya, ringan atau berat, berisik atau tenang, yang kesemuanya tergantung pada kebugaran kuda, latihan, kegembiraan, dan temperatur harian. Pernafasan yang cepat, irregular, berisik, dangkal atau berat merupakan suatu kondisi pernafasan yang abnormal yang memerlukan perhatian medis. Tingkat pernafasan dapat diketahui dengan langsung menempatkan tangan di atas nostril dan merasakan pergerakan udara atau dengan memperhatikan pergerakan tulang rusuk atau nostril.
· Pemeriksaan denyut jantung (pulsus)
Untuk kuda dalam keadaan istirahat denyut jantungnya adalah 30-40 denyut permenit dengan irama yang teratur (Hawcroft, 1990). Untuk pemeriksaannya, dapat dengan menempatkan tangan dan meraba dada di belakang ujung dari elbow dekat kaki depan kiri di posisikan kira-kira satu per tiga di depan kaki kanan.

Tabel 3.1. Nilai Normal Fungsi Vital Kuda

Tingkat Pulsus (istirahat)
Kuda dewasa
Anak kuda (umur 2 minggu)
Anak kuda (umur 4-6 minggu)
Anak kuda jantan dan anak kuda betina (umur 6-12 bulan)
Kuda muda (1-2 tahun)
30-40 pulsus/menit
100 pulsus/menit
70 pulsus/menit
45-60 pulsus/menit
40-50 pulsus/menit
Sumber : the research staff of Equine Research Publications, 1977, Appendix halaman 560.
· Pemeriksaan temperatur
Thermometer di licinkan dengan menggunakan vasline dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan temperatur kuda. Temperatur dimasukan melalui anus ke dalam rectum sekitar dua per tiga bagian dari panjang thermometer, dibiarkan selama 1 menit. Range normal temperatur kuda adalah berkisar dari 37,7oC sampai 38,6oC (Hawcroft, 1990).
Tabel 3.2. Berbagai Kondisi Tubuh Berdasarkan Temperatur Suhu Tubuh
Temperatur
Range Normal
Rata-rata normal
Demam
Ø Ringan
Ø Moderate
Ø Tinggi
Ø Sangat tinggi
37.5 – 38.6 0C
380C
38.0 – 39.20C
39.2 – 400C
40.0 – 41.20C
Diatas 41.20C
Sumber : the research staff of Equine Research Publications, 1977, Appendix halaman 560.
· Pemeriksaan mulut
Bibir hendaklah bersih dan kering, tidak terdapat gejala salivasi yang berlebihan (berbuih), nanah, darah dan bau yang tidak menyenangkan, jika terdapat hal tersebut di atas maka menandakan adanya gangguan kesehatan dan perlu dilakukan tindakan pengobatan.
· Pemeriksaan Mata
Mata kuda normal hendaklah jernih, cemerlang dan bersinar serta terbuka tanpa ada kemerahan pada bola mata atau sclera (bercak putih pada mata), lembab danconjunctiva berwarna pink mengkilap. Pemeriksaan mata dapat dilakukan dengan memberikan suasana gelap kemudian dengan menggunakan bantuan lampu senter atau alat sejenis yang disorotkan kearah mata dengan tujuan menilai reflek pupil mata dengan demikian kita dapat melihat respon mata kuda dimana pupil berkontraksi. Juga hendaklah diperhatikan kesimetrisan antara kedua bola mata. Sementara itu kelainan yang kemungkinan ditemukan pada saat pemeriksaan adalah penonjolan membrana nictitans yang disebabkan oleh adanya infeksi tetanus; pucatnya membran mukosa conjunctivadapat mengindikasikananemia, toxemia, atau jaundice; dan suatu penonjolan dan cekungan kondisi mata tanpa kelembaban dan cahaya mata yang normal, merupakan indikasi bahwa telah terjadi dehidrasi, dimana ini semua merupakan suatu kondisi yang serius. Test lain untuk pemerikasaan mata sulit dilakukan oleh karena itu hendaklah sebaiknya diserahkan pada ahli medis.
· Pemeriksaan telinga
Telinga yang baik hendaklah berdiri tegak dalam keadaan waspada tetapi tidak kaku, kondisi telinga yang turun, jatuh kemungkinan menandakan adanya kerusakan tendon telinga. Seperti pada pemeriksaan lain diawali dengan pemeriksaan visual dengan memperhatikan adanya keganjilan dan penampilan umum pada telinga, dan pemeriksaan respon terhadap suara. Telinga kuda jika pada saat di ‘handle’ maka kuda tidak akan memperlihatkan adanya tanda-tanda reaksi sakit, bergerak dengan fleksibel. Hendaklah juga memperhatikan adanya gejala-gejala seperti hematoma dan luka goresan serta permukaan interior (pinna) diperiksa untuk adanya plak-plak (sebum) yang berlebihan di telinga. Kehadiran parasit yang ditemukan pada bagian dalam telinga jika dibiarkan tanpa mendapatkan pengobatan dapat menyebabkan kegatalan yang hebat dan melekatnya parasit tersebut akan menyebabkan rusaknya jaringan telinga. Pada infestasi yang berat menyebabkan akumulasi serpihan yang memerlukan tindakan pembersihan bahakn pengerokan.
· Pemeriksaan kulit
pemeriksaan kulit merupakan salah satu langkah pertama untuk melihat kondisi kesehatan kuda secara menyeluruh, bagi kuda-kuda yang mendapatkan perawatan rutin, keadaan kulit harus kering, halus dan mengkilap, serta terbebas dari eksternal parasit. Kuda yang berkeringat pada saat istirahat adalah tanda bahwa kuda mengalami peingkatan suhu badan ata demam (Hamer, 1993).
· Pemeriksaan feses (manure)
Menurut Hawcroft (1990), biasanya kuda mengeluarkan feses 10-15 kali dalam sehari. Warna, konsistensi, volume, bau dan frekuensi defekasi sangat tergantung pada jenis pakan dan program latihan yang diterima. Seekor kuda yang menerima diet seimbang mengeluarkan feses yang berwarna coklat, berbentuk, cenderung hancur ketika jatuh ke tanah dan mempunyai bau yang tidak menyenangkan. Kuda-kuda yang memakan rumput berair akan sering mengeluarkan feses dengan keadaan berwarna hijau, tidak berbentuk, seperti feses sapi; pemberian dalam volume besar dengan rendah kualitas hay, feses akan sulit keluar, berwarna kehitaman.
· Pemeriksaan urin
Gejala-gejala abnormal dari urin antara lain dapat berupa tidak adanya pengeluaran urin dalam waktu 24 jam (anuria), jumlah pengeluaran urin yang berlebihan (polyuria), urin bewarna coklat kemerahan (haematuria) atau berwarna merah darah. Jika curiga terhadap adanya kelainan, dapat dengan mengumpulkan sampel urin dalam tabung dan tempatkan di refrigerator untuk pemeriksaan lab. Tabel 1.1. berikut menunjukan nilai beberapa variable urin pada kuda.

Tabel 3.3. Nilai beberapa variabel urin pada kuda

Range
Rata-rata
Berat jenis
1.025 – 1.060
1.040
Range pH
7.5 – 8
Kuantitas
5 – 8 (liter/hari)*
*Penampilan warna kuning, gelap.
Sumber : the research staff of equine research publications, 1977, Appendix halaman 560.
· Pemeriksaan parasit
Hampir seluruh kuda diinfestasi oleh parasit hanya saja derajat tingkatan infestasi yang bervariasi antara kuda satu dengan yang lainnya baik ektoparasit maupun endoparasit. Parasit-parasit ini seringkali menyabotase persediaan nutrisi kuda yang diinfestasi dan menimbulkan banyak masalah seperti bulu rambut kasar, penurunan berat badan, anemia, kelesuan, diare dan penampilan keseluruhan yang buruk masing-masing dapat diakibatkan oleh infestasi parasit. Infestasi juga dapat menimbulkan stress pada kuda, menyebabkan penurunan resistensi terhadap infeksi virus dan bakteri. Kemugkinan terburuk adalah parasit mengadakan migrasi melalui jaringan tubuh, merusak hati, rapu-paru, sistem sirkulasi, organ-organ dan sistem spesifik-spesifik lainnya. Kemungkinan paling berbahaya adalah migrasi dari parasit Strongylus vulgaris. Pada tahap larva parasit ini memperluas kerusakan pada anterior arteri mesenterika yang mana mengurangi kadar darah dalam porsi besar pada saluran intestin. Ketika arteri tersebut mengalami kerusakan dalam jumlah besar maka thrombus (bekuan darah) akan terbentuk. Bagian-bagian kecil dari bekuan darah, dikenal juga sebagai emboli, dapat memutus dan menyumbat banyak aliran darah dari saluran intestin. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa 90% lebih dari semua kolik berhubungan dengan kerusakan yang dilakukan oleh Strongylus vulgaris.
sumber : DUNIA KUDA